Senin, 06 Februari 2012

GURU PROFESIONAL


GURU PROFESIONAL   :
Sebuah idealisme yang masih jauh dari jangkauan



Abstrak

Guru adalah penyangga pilar pendidikan yang utama.. Guru sebagai agen pembelajaran dituntut memiliki profesionalitas dan dedikasi yang tinggi. Profesionalitas guru diukur dari 4 kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi profesional guru yang utama  adalah kemempuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan . Pemerintah melalui Permendiknas  No. 18 tahun  2007  memberi batasan  guru profesional  kedalam 10 komponen portofolio.Guru yang profesional dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat pendidik, yang diseleksi berdasarkan portofolio dan/atau pendidikan dan latihan profesi guru. Peningkatan profesionalitas guru harus di ikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru. Guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Key word : Guru, profesional, sertifikasi guru.


A. Pendahuluan
Pasal  2 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang  Guru dan Dosen sering disingkat UU Guru dan Dosen, menyatakan “Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional yang dibuktikan dengan sertifikat Pendidik”. Dilanjutkan pada pasal 4, ”Guru sebagai tenaga profesional mempunyai fungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional” .  ”Guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab” ( pasal 6 ).
Mendiknas Prof.DR. Bambang Sudibyo, MBA pada suatu kesempatan mengatakan ” Hadirnya UU Guru dan Dosen itu sangat strategis karena pendidikan merupakan subyek yang sangat sentral bagi tersedianya akses pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu reformasi pendidikan tidak akan pernah lengkap dan sempurna sebelum manyentuh reformasi pendidik,” (Derap Guru , April 2008 ).  Jadi sertifikasi profesi pendidik bagi guru adalah merupakan amanat dari UU Guru dan Dosen sebagai upaya dalam mereformasi guru.
Sehubungan dengan sertifikasi  profesi pendidik ini Mendiknas mengeluarkan Peraturan, yaitu Permendiknas No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan melalui Penilaian Portofolio dan Permendiknas No. 40 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan. Portofolio dalam pendidikan diartikan sebagai sekumpulan informasi pribadi yang merupakan catatan dan dokumentasi atas pencapaian prestasi seseorang dalam pendidikannya. Dalam konteks sertifikasi guru, portofolio diterjemahkan sebagai bukti fisik ( dokumen ) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu ( Dinas Pendidikan Nasional Kab. Blora : 2008 ).

B.     Guru Profesional
”Inti dari pendidikan adalah guru  yang mengajar didalam kelas . Coba saja mengelola sebuah sekolah tanpa guru”  ( Janice Fitzsimmons, 2004 dalam materi kuliah  Prof. A. Malik Fajar , 2008 ). Dalam UU Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 1 menyebutkan ” Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik , mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.”
Suatu profesi  itu tergolong penuh bila semua kriteria keprofesionalan terpenuhi. Kriteria tersebut menurut Edgar H. Schein ( 1972 ) yang dikutip Prof.DR. Supandi K dalam makalah Kolokium ( 2001 ) secara garis besar sebagai berikut :
1.      Pekerjaan Penuh Waktu
      Profesional itu bekerja penuh waktu dan merupakan penghasilan utama.
2.      Bekerja atas dasar motivasi kuat atau panggilan diri sebagai landasan pemulihan karier profesional disertai keterikatan ( comittment ) yang stabil.
3.      Menguasai ilmu pengetahuan dan ketrampilan spesifik yang diperoleh melalui latuhan dan pendidikan dalam jangka waktu lama.
4.      Membuat keputusan atas nama kliennya berdasar prinsip umum, teori atau proposisis yang diterapkan berdasarkan pertimbangan dengan standar yang universal.
5.      Berorientasi kepada pelayanan yang berarti menggunakan keahliannya demi kebutuhan spesifik kliennya. Pelayanan ini meliputi ketrampilan diagnostik, aplikasi kompetensi dari pengetahuan umum untuk kebutuhan khusus kliennya, tanpa ada kepentingan pribadi.
6.      Pelayanan profesional terhadap klien hendaknya didasarkan pada kebutuhan obyektif klien dan  bebas dari sentimen khusus yang mungkin ada dalam diri profesional terhadap klien.
7.      Lebih mengetahui tentang yang baik bagi kliennya dari pada kliennya itu sendiri. Dengan kata lain, dituntut ada otonomi untuk menilai kinerja dirinya. Bahkan bila kliennya tidak puas, berdasar prinsip, mempersilahkan mitra sejawat untuk menilai kenerjanya.
8.      Terbentuknya asosiasi profesional yang mendefinisikan kriteria keanggotaan, standar pendidikan, lisensi atau ujian keanggotaan lainya, jalur karier, dalam profesi dan area yuridiksi bagi profesi. Fungsi  asosiasi profesional pada dasarnya melindungi profesi, mengembangkan bentuk yang rasional untuk bekerja mandiri dengan menegakkan aturan dan standar bagi profesi.
9.      Seorang profesional mempunyai kekuasaan dan status yang besar dalam ranah keahliannya tetapi keahlian itu bersifat spasifik.
10.  Pelayanan profesional ini hendaknya mudah diperoleh tetapi tidak diperkenankan untuk diiklankan atau mencari-cari klien.
Kriteria utama keprofesionalitasan pekarjaan adalah tercapainya ” otonomi ”.  Goodl ( 1957 ) mengelompokkan otonomi ini  mencakup : 1) mengetahui lebih baik apa yang baik  bagi kliennya dari pada orang berkat teknik pendidikan dan latihan yang maju, 2) keberatan, perubahan, terhadap keputusannya hanya tunduk pada kajian ulang sejawatnya, 3) membina standar perorangan yang bersumber kepada jurisdiksi profesi dan menjadi anggota asosiasi sejawat.   
Menurut Prof. DR. Supandi K, otonomi profesionalitas guru menjadi erosi karena banyak guru yang memilih menjadi  pegawai negeri sipil atau guru yayasan, ketimbang menjadi guru yang mandiri. Hal ini akan menjadikan kabur siapa kliennya, karena guru akan dihadapkan kepada norma birokratik dan otoritas sejawat akan menjadi lemah. Dalam dunia birokratik, nilai yang dituntut adalah konformitas, impersonal, tradisi, subordinatif dan mono loyalitas birokratik yang semu ( Prof.DR. Supandi K : 2001 )
Otonomi Profesionalitas adalah merupakan kriteria utama profesionalisme, kehilangan otonomi profesionalitas akan mengurangi derajat profesionalisme. Amitai Etzioni  menyatakan bahwa otonomi profesional berurusan dengan kemampuan menetapkan bayaran seseorang, kondisi kerja, jam kerja, layanan pendukung dan lainya yang dibutuhkan. Kenyataan di Indonesia dan di dunia pendidikan pada umumnya yang berhubungan dengan pekerjaan guru, unsur ini tidak dipikirkan, bahkan tidak ada dalam perbendaharaan  kata keguruan.
Lebih lanjut  menurut  Prof.DR. Supandi K, proses pengembangan profesionalisme melalui magang. Seperti halnya pada profesi lain, seperti dokter, pengacara, dan lainya, proses magang bisa dilaksanakan beberapa tahun. Mahasiswa kedokteran  misal memerlukan 2 tahun pengabdian sebelum dinyatakan berprofesi sebagai  Dokter. Sementara mahasiswa keguruan melaksanakan magang atau Praktek  Pengalaman Lapangan ( PPL ) hanya beberapa minggu saja . Ini jelas balum dapat dikatakan mendukung profesionalitas guru.

C.           Kompetensi Profesional Guru
Dalam Penjelasan pasal 28 ayat 3 butir c  Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa ” yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemempuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan ”
Dr. E. Mulyasa, M.Pd dalam bukunya Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru meringkas kompetensi guru kedalam ruanglingkup  sebagai berikut :
a.             Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.
b.            Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.
c.             Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggungjawabnya.
d.            Mengerti dan menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.
e.             Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat media dan sumber belajar yang relevan.
f.              Mampu mengorgainisasikan dan melaksanakan program pembelajaran.
g.             Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik.
h.             Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.
            Secara khusus kompetensi profesionalitas guru meliputi :
a.       Memahami Standar Nasional Pendidikan
b.      Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )
c.       Menguasai materi standar
d.      Mengelola program pembelajaran
e.       Mengelola kelas
f.        Menggunakan media pembelajaran dan sumber pembelajaran
g.       Menguasai landasan-landasan pendidikan
h.       Memahami dan melaksanakan pengembangan pesarta didik
i.         Memahami dan menyelenggarakan administerasi sekolah
j.        Memahami penelitian dalam pembelajaran
k.      Menampilkan ketauladanan.
l.         Mengembangkan teori dan konsep dasar kependidikan
m.     Memahami dan melaksanakan konsep pembelajaran individual .

            1. Pemahaman Standar Nasional Pendidikan
            Seorang guru harus memiliki pemahaman Standar Nasional Pendidikan. Fungsi dan tujuan Standar Nasional Pendidikan adalah untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi :
a.       Standar isi
b.      Standar Proses
c.       Standar Kompetensi Lulusan
d.      Standar Pendidik dan tenaga Kependidikan.
e.       Standar Sarana dan Prasarana
f.        Standar Pengelolaan
g.       Standar Pembiayaan dan
h.       Standar Penilaian Pendidikan
            Standar isi mencakup materi dan tingkat kompetensi pada jenjang pendidikan tertentu yang memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender pendidikan/akademik. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berparan secara aktif. Setiap satuan pendidikan malakukan perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, melakukan penilaian hasil belajar dan melakukan pengawasan proses pembelajaran agar terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Satuan pendidikan juga harus menyediakan ruang yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan kreativitas, kemandirian , pengembangan diri sesuai bakat dan  minat  serta ruang untuk mengembangkan fisik dan psikologinya dengan penuh keteladanan dari segenap pendidik  ( pasal 19 SNP ). Pedoman penilaian  dalam penentuan kelulusan peserta didik didasarkan pada Standar Kompetensi Kelulusan ( pasal 25 SNP )
            Pasal 28 ayat 1 SNP sebagai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan menyebutkan,  pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik untuk guru pendidikan usia dini, sekolah dasar dan sekolah menengah adalah S1 atau D IV yang dibuktikan dengan ijazah. Seseorang yang tidak memiliki ijazah tetapi memiliki ketrampilan khusus dapat diangkat sebagai guru/pendidik  setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan . Kompetensi sebagai agen pembelajaran  pada jenjang pendidikan dini, dasar dan menengah meliputi :  1) kompetensi Pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi profesional, dan 4) kompetensi sosial.
            Kompetensi Pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran . Pengelolaan pembelajaran adalah suatu kemampuan  yang  sangat penting. Pada pembelajaran tradisional, seringkali pengelolaan bersifat otoriter, pemanfaatan metode pembelajaran yang kaku, guru harus lebih pintar dan benar dari siswa , sehingga Friere ( 1993 ) mengkritisi kondisi pendidikan sebagai penjajahan dan penindasan. Selanjutnya Friere mengajukan suatu solusi yaitu pendidikan dan pembelajaran yang dialogis. Guru dituntu mengubah paradigmanya didalam pengelolaan pembelajaran. Guru harus memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran.
            Kompetensi  Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Banyak cerita seorang siswa TK atau SD yang lebih menurut bila di beri tugas oleh guru dari pada orang tuanya. Hal ini menunjukkan betapa berartinya peran  guru dalam pembentukan dan perkembangan mental kepribadian peserta didik (siswa ). Disini guru dituntut memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, karena akan menjadi landasan  kompetensi-kompetensi lainya.
            Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Guru adalah makluk sosial yang kehidupannya tidak terlepas dari masyarakat dan lingkungannya. Di desa guru sering diminta bantuannya tenaga dan pikiranya dalam kegiatan kegiatan desa, seperti  dalam kegiatan pemilu, sensus, kegiatan keagamaan, sosial dan lain sebagainya. Hal ini karena guru masih dipandang sebagai  sosok orang yang berkemampuan secara intelektual dan kepribadianya.  Sebaliknya apabila seorang guru tertangkap melakukan perbuatan asusila, maka akan di blow up pada mass media secara  mencolok. Hal ini karena perasaan  masyarakat telah tersakiti, karena masyarakat merasa harapan, stigma, simbol kepribadian guru yang baik , yang digugu lan ditiru telah ternodai. Disinilah pentingnya kompetensi sosial bagi guru. Kematangan, kearifan  kompetensi sosial yang dimiliki guru akan berdampak bagi ketentraman kehidupan guru dimasyarakat dan lingkunganya , yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja guru.
            Pasal 42 SNP memuat Standar Sarana dan Prasarana, menyatakan : Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lainya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan bekelanjutan.  Kecuali itu pada ayat 2 menyatakan : Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, termpat berolahraga, tempat ibadah, tempat bermain, tempat rekreasi, ruang atau tempat lainya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
            Sebagai Standar Pengelolaan, pada satuan pendidikan  dasar dan menengah dikelaola berdasarkan Manajemen Berbasis Sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas ( pasal 49 SNP ).  Dewan Pendidikan dan Komite sekolah bersama  dalam pengambilan keputusan untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan ( pasal 51 ) . Dewan Pendidikan sebagai pengambil keputusan bidang akademik, dan Komite Sekolah dalam bidang non akademik.
            Menurut Standar Pembiayaan pasal 62 SNP , pembiayaan pendidikan terdiri atas pembiayaan investasi, pembiayaan operasi dan pembiayaan persona. Biaya investasi sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
            Pasal 63 SNP mamuat Standar Penilaian Pendidikan. Ayat 1 menyebutkan:  Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
a.       penilaian hasil belajar oleh pendidik.
b.      Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan
c.       Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
            Penilaian oleh  pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses , kemajuan dan perbaikan  hasil dalam bentuk ulangan  tengah semester, akhir semester dan ulangan untuk kenaikan kelas, yang digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa ,sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar siswa dan memperbaiki proses pembelajaran.
            Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan. Sedang penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran  ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.

2.Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
            Kurikulum Tingkat Sekolah (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP ini dikembangkan sesuai dengan tuntutan otonomi pendidikan. Pengembangan KTSP oleh satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan konteks yang dimilikinya. Akan tetapi, satuan pendidikan tetap harus mengacu pada lingkup standar nasional pendidikan yang ada, sesuai dengan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
            Keleluasaan sekolah dalam mengembangkan KTSP tentu harus diikuti dengan analasis situasi satuan pendidikan  untuk mencapai lingkup standar nasional pendidikan yang sudah ditetapkan, di antaranya Standar Isi (SI)dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam Permendiknas no 23 tahun 2006.
Hasil analisis tersebut merupakan dasar pijakan untuk menentukan kedalaman dan keluasan target-target yang ditetapkan, budaya yang akan dibangun, tujuan yang ingin dicapai, serta isi dan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan bermutu di satuan pendidikan tersebut. Pencapaian tujuan pendidikan bermutu tersebut sesuai dengan UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 5, yaitu “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
            Penyusunan dan pengembangan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru (BSNP, 2006: 33). Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliputi: analisis sekolah, penyiapan dan penyusunan draf, reviu dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian (cf. BSNP, 2006: 33).
            Dalam Panduan penyusunan KTSP yang disusuna oleh BSNP ( Badan Stadar Nasional Pendidikan ) menyebutkan ada empat komponen, yaitu : (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) struktur dan muatan KTSP, (3) kalender pendidikan dan (4) silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ).
            Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dirumuskan berdasarkan tujuan umum pendidikan yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan menengah kejuruan. Khusus tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
            Struktur dan muatan KTSP disebutkan dalam  Pasal 6 SNP   yaitu, kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
a.       kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b.      kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c.       kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.      kelompok mata pelajaran estetika
e.       kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan
yang dilaksanakan secara holistik untuk mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik. Selain memuat kelompok mata pelajaran, struktur kurikulum juga memuat  materi muatan lokal dan  kegiatan pengembangan diri.
            Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan (Masnur Muslich, 2007 : 30). Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat setiap peserta didik. Pengembangan diri tidak mesti di asuh oleh gurunya. Pengembangan diri dapat berupa ekstrakurikuler, pelayanan konseling, bimbingan karier, bimbingan belajar.
            Kalender pendidikan diatur oleh peraturan menteri, yang berisi permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Hari libur yang dimaksud adalah hari libur jeda tengah  semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antara semester ( pasal 18 SNP ).
            Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetansi dasar ( SKKD ) kedalam materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. ( Masnus Muslich, 2007 : 32 ). Berdasarkan silabus, guru menuangkan kedalam rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ) .

3.      Menguasai Materi Standar
            Seorang guru dituntut mampu menjabarkan materi standar (pasal 6 dan 7 SNP ) dalam kurikulum. Guru harus dapat memilih  materi pembelajaran yang  relevan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Beberapa kriterian dikemukakan Hasan (2004) dalam Mulyasa (2007 : 139-140 ) didalam memilih dan menentukan materi dasar. Kriteria itu adalah :
a.       Validitas ( validity ) atau tingkat ketepatan materi. Agar pemahaman terhadap suatu konsep materi pelajaran tertentu oleh siswa tidak salah, maka guru harus menetapkan materi pelajaran ( konsep, teori ,dalil, rumus, dll )  yang telah pasti dan tidak menjadi perdebatan atau dipertanyakan kebenarannya.
b.      Keberartian atau tingkat kepentingan materi tersebut dikaitkan dengan kebutuhan  dan kemampuan peserta didik. Materi pelajaran harus dapat peserta didik menjadi dewasa, yang dapat memanfatkan hasil pemahamannya pada jenjang pendidikan diatasnya, atau dimasyarakat.
c.       Relevansi (relevance) dengan kemampuan peserta didik. Artinya tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah bagi peserta didik, dan disesuaikan dengan variasi lingkungannya dan kebutuhan di lapangan pekerjaan serta masyarakat pengguna saat ini dan yang akan datang.
d.      Kemenarikan (interes). Pengertian menarik disini materi pelajaran di harapkan menarik bagi peserta didik, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berminat mengetahui dan mengembangkanya lebih jauh dari apa yang mereka terima di dalam kegiatan belajar mengajar.
e.       Kepuasan (satisfaction) kepuasan yang dimaksud merupakan hasil pembelajaran yang diterima peserta didik benar-benar bermanfaat bagi kehidupanya, dengan mendapat nilai/insentif yang besar dalam kehidupanya dimasa depan.
            Guru yang profesional harus mampu mamilah, memilih dan mengelompokkan materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai jenjang, kebutuhan dan kemampuannya.

4.      Mengelola Program Pembelajaran
            Secara operasional , kemampuan pengelolaan pembelajaran menyangkut tiga fungsi manajerial , yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Perencanaan menyangkut penetapan tujuan ,penetapan kompetensi dan metode untuk mencapai tujuan. Pada umumnya perencanaan pembelajaran ( RPP ) secara teknis minimal mencakup bebarapa komponen yaitu : (1) Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan indikator pencapaian hasil, (2) tujuan pembelajaran, (3) materi pembelajaran, (4) metode/pendekatan pembelajaran, (5) langkah-langkah kegiatan belajar ( interaksi ), (6) alat dan sumber belajar, (7) evaluasi pembelajaran.
            Pelaksanaan atau implementasi  program adalah proses penyampaian materi pelajaran yang harus sudah dapat dipastikan tersedianya sumberdaya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan tujuan yang diharapkan. Dalam pelaksanaan pembelajaran mengandung maksud mempengaruhi peserta didik agar tertarik dan mengikuti proses pembelajaran. Jadi ada fungsi manajerial disini. Seperti yang diungkapkan Dubrin (1990 ) dalam Mulyasa (2007:77 ) bahwa fungsi pelaksanaan pembelajaran merupakan fungsi manajerial yang mempengaruhipihak lain dalam upaya mencapai tujuan, misalnya bagaimana memotivasi dan ilustrasi kepada peserta didik, agar mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran dan membentuk kompetensi pribadi secara optimal.
            Pengendalian atau evaluasi bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan. Guru sebagai manajer pembelajaran harus mengambil langkah-langkah perbaikan apabila hasil yang dicapai peserta didik tidak sesuai  seperi yang diharapkan, atau ada kesenjangan yang signifikan antara proses pembelajaran aktual dengan hasil yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.

5.      Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas tidak terbatas pada pengelolaah prasarana kelas seperti penataan ruang untuk mengkondisikan sebagai ruang belajar yang ;
1.accesibility, yaitu memungkinkan peserta didik mudah dalam menjangkau alat dan sumber belajar
2.Mobility,  yaitu peserta didik  dan guru mudah bergerak dari satu bagian tempat ketempat lain dalam kelas sesuai standar sarana dan prasarana.
3.Interactive,  yaitu peserta didik  mudah saling berinteraksi sesamanya atau peserta didik dengan gurunya.
4.Variasi kerja sama,  yaitu  peserta didik dapat bekerja secara individual maupun kelompok dalam  kelas.
tetapi guru sebagai agen pembelajaran didalam pengelolaan kelas harus berperan sebagai fasilitator, inspirator, motivator dan pemacu belajar.
            ”Sekitar lima tahun yang lalu, saya seperti layaknya guru yang ideal. Saya berdiri, mengajar, menulis rumus dipapan tulis, melakukan sesuai petunjuk, membuat eksperimen, memberi ujian dan memberi nilai. Saya menyadari bahwa jika saya hanya menjadi guru rata-rata, murid saya akan menjadi murid rata-rata. Oleh karena itu saya harus meningkatkan standar ” kata Rick Espinoza seroang guru dari New Mexico, Amerika Serikat yang dikutip Mochtar Buchori (1989). Kutipan diatas menunjuakkan bahwa seorang guru tidak hanya ”mengajar”, tetapi juga sebagai pendidik, sebagai fasilitator kalau ingin menjadi guru yang meningkat standarnya. Guru bertugas memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam belajar ( facilitate of learning )
            Sebagai fasilitator, guru tidak hanya berdiri didepan kelas berceramah  mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik, tetapi harus berupaya bagaimana agar peserta didik mudah untuk menerima pelajaran. Menciptakan suasana belajar yang riang gembira, penuh semangat, tidak cemas, tidak tertekan, tidak ada ancaman, sehingga peserta didik leluasa mengeluarkan pendapat, berargumentasi, terbuka, egaliter. Hal ini bisa tercapai  apabila guru berlaku demikratis, egaliter, dialogis, pendengar yang baik, mengerti bahasa peserta didik, jujur, terbuka dan siap menerima kritik.. Tugas guru dalam kelas adalah berupaya proses pembelajaran efektif dan kalau bisa efisien.
            Sebagai inspirator bagi peserta didik, guru dituntut berpenampilan menarik, memiliki ide-ide yang brilian, menguasai materi, banyak pengalaman, tertib dan sikap prilaku yang baik. Guru yang digugu dan ditiru sudah menunjukkan jati diri guru sebagai inspirator. Guru harus dapat menciptakan iklim  pembelajaran yang menghasilkan ide-ide segar, gagasan, pemikiran yang baru. Untuk mencapai itu seorang guru dituntut sebagai pendongeng yang baik. Ya guru harus bisa bercerita. Cerita adalah cermin bagus dan merupakan tongkat pengukur . dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecah masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka, belajar untuk menghargai kehidupan sendiri setelah membandingkan dengan apa yang telah mereka baca tentang kehidupan manusia di masa lalu (Mulyasa, 2007:71 ) baca juga  dalam Ippo Santoso. 2007. ”Tiga Belas Wasiat Terlarang”.
            Sebagai Motivator , guru diharapkan mempu membangkitkan energi belajar baru pada diri peserta didik. Motivasi oleh Callahan dan Clark (1988) sebagaimana dikutip Mulyasa (2007) mendifinisikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkanadanya tingkah laku kearah suatu tujuantertentu. Motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong peserta didik untuk giat belajar. Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik, dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.      peserta didik akan bekerja keras kalau memiliki minat dan perhatian terhadap pekerjaanya.
2.      Memberi tugas yang jelas dan dapat dimengerti.
3.      Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi peserta didik.
4.      Menggunakan hukuman dan hadiah secara proporsional
5.      Memberikan penilaian dengan adil dan transparan.
               Guru sebagai pemacu harus dapat melipatgandakan potensi peserta didik, dan mengembangkan sesuai dengan aspirasi dan cita – cita mereka dimasa yang akan datang. Pada prinsipnya setiap siswa memiliki kemampuan dan potensi didalam dirinya tugas guru adalah mengeksplorasi dan menjadikan berdaya agar dapat menjadi energi bagi pengembangan jiwa, pikiran dan kedewasaan peserta didik. Apabila guru dapat memanaj perannya didalam kelas, maka akan tercipta iklim kelas yang kondusif.

6.      Memanfaatkan Media dan Sumber Belajar
            Berbagai kenyataan menunjukkan bahwa kita belum menyadari bahwa informasi sudah merupakan sumber daya, dan kita belum mampu mendayagunakan potensi TIK secara baik dan maksimal guna mengelola sumber daya informasi tersebut. Tiap hari kita dibanjiri arus informasi , namun pada kenyataan informasi itu ”cuma numpang lewat ” . Masih jarang orang yang menganalisis serta mengkonversikannya menjadi pengetahuan. Sudah saatnya kita mendisiplinkan diri untuk menjaring dan menyaring informasi, memilahnya, kemudian membuat klasifikasi dan mambuat evaluasi. Dizaman persaingan yang semakin gila ini, kemampuan dan kecepatan kita memproses informasi merupakan titik kritis.
            Agar mampu bersaing di era global, peningkatan mutu generasi muda kita harus di lakukan secara sistematis, terarah, berencana dan terukur. Upaya tersebut mutlak harus menggunakan paradigma masa depan, bukan paradigma hari ini, apalagi paradigma masa lalu. Untuk mewujudkan hal tersebut kita harus bekerja keras secara cerdas dan sungguh-sungguh ( lewat jalur pendidikan ) agar tidak tertinggal terlalu jauh dan semakin jauh.
             Dalam bidang pendidikan dan pelatihan, guru bukan lagi sebagai satu-satunya (the one and only) sumber informasi. Karena peran guru sebagai pengajar secara bertahap tetapi pasti harus bergeser menjadi fasilitator dan penyelia. Hal ini tidak berarti bahwa fungsi dan peran guru sebagai pendidik harus memudar. Bahkan guru lebih di tuntut mampu menanamkan nilai-nilai budaya bangsa dengan segala kebhinekaanya dalam upaya membentuk jati diri anak bangsa, agar penuh percaya diri dan mampu bersaing dengan warga dunia lainya.
            Salah satu infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah sarana komunikasi yang efektif dan efisien. Sarana Telepon, fax dan pos memang masih diperlukan, namun seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) dan Multimedia kita tidak lagi bisa berpangku tangan. Kita harus mulai membudayakan penggunaan berbagai teknologi Multi Media dan  TIK.
            Kemajuan teknologi adalah sebuah realitas. Deretan fakta dan peristiwa menunjukkan dunia pendidikan mendapat tantangan baru dan serius.  Dunia pendidikan harus mampu mengubah paradigmanya untuk dapat menjawab tantangan itu. Kekuatan dunia pendidikan harus diindentifikasi kembali agar dapat dioptimalkan pemberdayaannya sehingga dapat menciptakan peluang- peluang baru yang lebih memberi harapan. Sementara dengan upaya yang kuat dan terarah kita harus meminimalisasi kelemahan dan tantangan yang ada dengan memberikan pendidikan dan pembelajaran yang mengarah pada menjawab kemajuan jaman tanpa harus meninggalkan jatidiri sebagai anak bangsa.

7.      Memahami dan Mengembangkan Peserta  Didik.
Seorang ibu harus memahami bahasa anaknya. Ungkapan itu tidak berlebihan, sebab seorang ibu adalah guru pertama dan utama dari anak-anaknya. Seorang ibu akan tahu apa maksud dari tangisan oroknya. Laparkah, ingin tidur kah, hanya ingin dibelai, digigit nyamukkah, seorang ibu akan cepat menangkap maksud tangisan oroknya. Demikian guru harus memiliki kompetensi akan psikologi peserta didik. Ya, mungkin yang umum dikatakan psikologi perkembangan.
 Peserta didik dalam suatu kelas memiliki potensi yang beragam, ada yang sangat cepat menyerap pelajaran, ada yang sedang ada yang lambat.  Dalam sistem pembelajaran kontekstual, pemahaman individu ini adalah sangat penting. Ada empat hal yang harus dipahami guru tentang peserta didik, yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik dan perkembangan kognitif.
Pemahaman tingkat kecerdasan peserta didik perlu dimiliki guru. Banyak cara mengetahui tingkat kecerdasan ini, seperti memalui tes Somon – Binet, atau yang lebih sempurna Stanford Binet Test, tes Spearman, tes Wechler.  Dalam keadaan memungkinkan, layanan terhadap perbedaan peserta didik dapat dilakukan dengan program akselerasi( percepatan bagi anak cerdas ) , belajar dalam kelompok (berdasarkan tingkat kecerdasan dan prestasi ), kenaikan kelas yang melompat, dan program tanpa kelas dengan sistem kredit. ( Mulyasa, 2007:82 ).
Mengukur kreatifitas adalah sulit, karena ini menyangkut craft. Jarang peneliti yang menekuni tentang kreatifitas ini.  Laporan penelitian Taylor ( 1964 ) menunjukkan bahwa adanya korelasi yang rendah antara faktor-faktor yang berhubungan dengan kreatifitasdan skor tes intelegensia, berarti bakat kreatifitas tidak hanya bervariasi, tetapi juga berbeda dengan intelegensia. Disinal guru dituntut untuk menciptakan kondisi yang baik agar memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan daya kreatifitasnya.  Kondisi seperti itu dapat diciptakan dengan model pembelajaran kelompok kecil atau  kerja proyek . Perlu dipahami guru bahwa peserta didik yang kreatif kadang bertingkah berbeda dari teman – temannya,  pemahaman oleh guru pada setiap individu menjadi sangat penting.
Pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kelainan/cacat fisik harus di bedakan dengan yang normal. Kelainan/cacat fisik itu seperti pada pengelihatan, pendengaran, kemampuan bicara, pincang, lumpuh dan lain sebagainya, yang memungkinkan akan mengganggu terhadap diri peserta didik dalam menerima pelajaran. Pelayanan yang ” berbeda ” kepada peserta didik yang memiliki cacat fisik harus dilakukan dengan cara yang sabar, telaten tetapi wajar. Pelayanan yang berlebihan justru akan mempengaruhi perkembangan mental peserta didik yang cacat fisik itu sendiri atau juga dapat menjadikan rasa iri terhadap temannya yang lain.
            Sebagai kesimpulan  kiranya pembaca telah dapat menjawab pertanyaan berikut , ” sudah masuk kriteria  guru profesionalkah, guru kita ?”, monggo dipun galih.

DAFTAR PUSTAKA
Derap Guru . majalah. Edisi 05/Tahun 02/April 2008
Fadjar, A. Malik, Manajemen Sunber Daya Sistem Pendidikan ( pokok-pokok Materi Pembelajaran MP.PPS.UMS )
Mulyasa,  E, DR, MPd . 2007 . Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru . Rosda Karya . Bandung
Muslich, Masnur,2008,  KTSP : Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta.  PT. Bumi Aksara ( cetakan ke tiga )
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sudrajat, Akhmad, MPd, 2008 , Manajemen Kinerja Guru, http://akhmadsudrajat Wordpress.com/2008/02/03/manajemen-kinerja-guru/    
Supandi K, Prof,Dr, 15 Mei 2001, Profesionalisme dan Pengembangan Guru, makalah forum Colloquium Pendidikan , Universitas Muhammadiyah Prof.DR.Hamka , Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,  2003, Depdiknas RI
Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
        

1 komentar:

  1. Harrah's Casino - New Orleans, LA - MapyRO
    Harrah's Casino, New Orleans, LA: 군포 출장안마 Hotel 안양 출장안마 address, 광주광역 출장마사지 casino, restaurants. 777 Harrah's 목포 출장마사지 Blvd S New Orleans, LA 여주 출장안마 70130

    BalasHapus