GURU PROFESIONAL :
Sebuah
idealisme yang masih jauh dari jangkauan
Abstrak
Guru adalah penyangga pilar pendidikan yang utama.. Guru sebagai agen
pembelajaran dituntut memiliki profesionalitas dan dedikasi yang tinggi.
Profesionalitas guru diukur dari 4 kompetensi yang harus dimiliki seorang guru.
Kompetensi profesional guru yang utama
adalah kemempuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam
yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan
dalam Standar Nasional Pendidikan . Pemerintah melalui Permendiknas No. 18 tahun
2007 memberi batasan guru profesional kedalam 10 komponen portofolio.Guru yang
profesional dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat pendidik, yang diseleksi
berdasarkan portofolio dan/atau pendidikan dan latihan profesi guru. Peningkatan
profesionalitas guru harus di ikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru. Guru
sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Key word : Guru, profesional, sertifikasi
guru.
A. Pendahuluan
Pasal 2
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen sering disingkat UU Guru dan Dosen, menyatakan “Guru
mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional yang dibuktikan dengan
sertifikat Pendidik”. Dilanjutkan pada pasal 4, ”Guru sebagai tenaga
profesional mempunyai fungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai
agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional” . ”Guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggungjawab” ( pasal 6 ).
Mendiknas Prof.DR. Bambang Sudibyo, MBA pada suatu
kesempatan mengatakan ” Hadirnya UU Guru dan Dosen itu sangat strategis karena
pendidikan merupakan subyek yang sangat sentral bagi tersedianya akses
pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena
itu reformasi pendidikan tidak akan pernah lengkap dan sempurna sebelum
manyentuh reformasi pendidik,” (Derap Guru , April 2008 ). Jadi sertifikasi profesi pendidik bagi guru
adalah merupakan amanat dari UU Guru dan Dosen sebagai upaya dalam mereformasi
guru.
Sehubungan dengan sertifikasi profesi pendidik ini Mendiknas mengeluarkan
Peraturan, yaitu Permendiknas No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru
dalam Jabatan melalui Penilaian Portofolio dan Permendiknas No. 40 tahun 2007
tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan.
Portofolio dalam pendidikan diartikan sebagai sekumpulan informasi pribadi yang
merupakan catatan dan dokumentasi atas pencapaian prestasi seseorang dalam
pendidikannya. Dalam konteks sertifikasi guru, portofolio diterjemahkan sebagai
bukti fisik ( dokumen ) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang
dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu
tertentu ( Dinas Pendidikan Nasional Kab. Blora : 2008 ).
B. Guru Profesional
”Inti dari pendidikan adalah guru yang mengajar didalam kelas . Coba saja
mengelola sebuah sekolah tanpa guru” (
Janice Fitzsimmons, 2004 dalam materi kuliah
Prof. A. Malik Fajar , 2008 ). Dalam UU Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 1
menyebutkan ” Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik ,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah.”
Suatu profesi
itu tergolong penuh bila semua kriteria keprofesionalan terpenuhi.
Kriteria tersebut menurut Edgar H. Schein ( 1972 ) yang dikutip Prof.DR.
Supandi K dalam makalah Kolokium ( 2001 ) secara garis besar sebagai berikut :
1.
Pekerjaan
Penuh Waktu
Profesional
itu bekerja penuh waktu dan merupakan penghasilan utama.
2.
Bekerja
atas dasar motivasi kuat atau panggilan diri sebagai landasan pemulihan karier
profesional disertai keterikatan ( comittment
) yang stabil.
3.
Menguasai
ilmu pengetahuan dan ketrampilan spesifik yang diperoleh melalui latuhan dan
pendidikan dalam jangka waktu lama.
4.
Membuat
keputusan atas nama kliennya berdasar prinsip umum, teori atau proposisis yang
diterapkan berdasarkan pertimbangan dengan standar yang universal.
5.
Berorientasi
kepada pelayanan yang berarti menggunakan keahliannya demi kebutuhan spesifik
kliennya. Pelayanan ini meliputi ketrampilan diagnostik, aplikasi kompetensi
dari pengetahuan umum untuk kebutuhan khusus kliennya, tanpa ada kepentingan
pribadi.
6.
Pelayanan
profesional terhadap klien hendaknya didasarkan pada kebutuhan obyektif klien
dan bebas dari sentimen khusus yang
mungkin ada dalam diri profesional terhadap klien.
7.
Lebih
mengetahui tentang yang baik bagi kliennya dari pada kliennya itu sendiri.
Dengan kata lain, dituntut ada otonomi untuk menilai kinerja dirinya. Bahkan
bila kliennya tidak puas, berdasar prinsip, mempersilahkan mitra sejawat untuk
menilai kenerjanya.
8.
Terbentuknya
asosiasi profesional yang mendefinisikan kriteria keanggotaan, standar
pendidikan, lisensi atau ujian keanggotaan lainya, jalur karier, dalam profesi
dan area yuridiksi bagi profesi. Fungsi
asosiasi profesional pada dasarnya melindungi profesi, mengembangkan
bentuk yang rasional untuk bekerja mandiri dengan menegakkan aturan dan standar
bagi profesi.
9.
Seorang
profesional mempunyai kekuasaan dan status yang besar dalam ranah keahliannya
tetapi keahlian itu bersifat spasifik.
10.
Pelayanan
profesional ini hendaknya mudah diperoleh tetapi tidak diperkenankan untuk
diiklankan atau mencari-cari klien.
Kriteria utama keprofesionalitasan pekarjaan
adalah tercapainya ” otonomi ”. Goodl (
1957 ) mengelompokkan otonomi ini
mencakup : 1) mengetahui lebih baik apa yang baik bagi kliennya dari pada orang berkat teknik
pendidikan dan latihan yang maju, 2) keberatan, perubahan, terhadap
keputusannya hanya tunduk pada kajian ulang sejawatnya, 3) membina standar
perorangan yang bersumber kepada jurisdiksi profesi dan menjadi anggota
asosiasi sejawat.
Menurut Prof. DR. Supandi K, otonomi
profesionalitas guru menjadi erosi karena banyak guru yang memilih menjadi pegawai negeri sipil atau guru yayasan,
ketimbang menjadi guru yang mandiri. Hal ini akan menjadikan kabur siapa kliennya,
karena guru akan dihadapkan kepada norma birokratik dan otoritas sejawat akan
menjadi lemah. Dalam dunia birokratik, nilai yang dituntut adalah konformitas,
impersonal, tradisi, subordinatif dan mono loyalitas birokratik yang semu (
Prof.DR. Supandi K : 2001 )
Otonomi Profesionalitas adalah merupakan kriteria
utama profesionalisme, kehilangan otonomi profesionalitas akan mengurangi
derajat profesionalisme. Amitai Etzioni
menyatakan bahwa otonomi profesional berurusan dengan kemampuan
menetapkan bayaran seseorang, kondisi kerja, jam kerja, layanan pendukung dan
lainya yang dibutuhkan. Kenyataan di Indonesia dan di dunia pendidikan pada
umumnya yang berhubungan dengan pekerjaan guru, unsur ini tidak dipikirkan,
bahkan tidak ada dalam perbendaharaan kata
keguruan.
Lebih lanjut
menurut Prof.DR. Supandi K,
proses pengembangan profesionalisme melalui magang. Seperti halnya pada profesi
lain, seperti dokter, pengacara, dan lainya, proses magang bisa dilaksanakan
beberapa tahun. Mahasiswa kedokteran
misal memerlukan 2 tahun pengabdian sebelum dinyatakan berprofesi
sebagai Dokter. Sementara mahasiswa
keguruan melaksanakan magang atau Praktek
Pengalaman Lapangan ( PPL ) hanya beberapa minggu saja . Ini jelas balum
dapat dikatakan mendukung profesionalitas guru.
C.
Kompetensi Profesional Guru
Dalam Penjelasan pasal 28 ayat 3 butir c Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa
” yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemempuan penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing
peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar
Nasional Pendidikan ”
Dr. E. Mulyasa, M.Pd dalam bukunya Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru meringkas kompetensi guru kedalam
ruanglingkup sebagai berikut :
a.
Mengerti
dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis,
sosiologis, dan sebagainya.
b.
Mengerti
dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.
c.
Mampu
menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggungjawabnya.
d.
Mengerti
dan menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.
e.
Mampu
mengembangkan dan menggunakan berbagai alat media dan sumber belajar yang
relevan.
f.
Mampu
mengorgainisasikan dan melaksanakan program pembelajaran.
g.
Mampu
melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik.
h.
Mampu
menumbuhkan kepribadian peserta didik.
Secara khusus kompetensi
profesionalitas guru meliputi :
a.
Memahami
Standar Nasional Pendidikan
b.
Mengembangkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )
c.
Menguasai
materi standar
d.
Mengelola
program pembelajaran
e.
Mengelola
kelas
f.
Menggunakan
media pembelajaran dan sumber pembelajaran
g.
Menguasai
landasan-landasan pendidikan
h.
Memahami
dan melaksanakan pengembangan pesarta didik
i.
Memahami
dan menyelenggarakan administerasi sekolah
j.
Memahami
penelitian dalam pembelajaran
k.
Menampilkan
ketauladanan.
l.
Mengembangkan
teori dan konsep dasar kependidikan
m.
Memahami
dan melaksanakan konsep pembelajaran individual .
1. Pemahaman Standar Nasional Pendidikan
Seorang guru harus
memiliki pemahaman Standar Nasional Pendidikan. Fungsi dan tujuan Standar
Nasional Pendidikan adalah untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi :
a.
Standar
isi
b.
Standar
Proses
c.
Standar
Kompetensi Lulusan
d.
Standar
Pendidik dan tenaga Kependidikan.
e.
Standar
Sarana dan Prasarana
f.
Standar
Pengelolaan
g.
Standar
Pembiayaan dan
h.
Standar
Penilaian Pendidikan
Standar isi mencakup
materi dan tingkat kompetensi pada jenjang pendidikan tertentu yang memuat
kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan kalender pendidikan/akademik. Proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang dan memotivasi peserta didik untuk berparan secara aktif. Setiap
satuan pendidikan malakukan perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran,
melakukan penilaian hasil belajar dan melakukan pengawasan proses pembelajaran
agar terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Satuan
pendidikan juga harus menyediakan ruang yang cukup bagi peserta didik untuk
mengembangkan kreativitas, kemandirian , pengembangan diri sesuai bakat
dan minat serta ruang untuk mengembangkan fisik dan
psikologinya dengan penuh keteladanan dari segenap pendidik ( pasal 19 SNP ). Pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik
didasarkan pada Standar Kompetensi Kelulusan ( pasal 25 SNP )
Pasal 28 ayat 1 SNP
sebagai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan menyebutkan, pendidik harus memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi
akademik untuk guru pendidikan usia dini, sekolah dasar dan sekolah menengah
adalah S1 atau D IV yang dibuktikan dengan ijazah. Seseorang yang tidak
memiliki ijazah tetapi memiliki ketrampilan khusus dapat diangkat sebagai
guru/pendidik setelah melewati uji
kelayakan dan kesetaraan . Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dini, dasar dan
menengah meliputi : 1) kompetensi
Pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi profesional, dan 4)
kompetensi sosial.
Kompetensi Pedagogik
merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran . Pengelolaan
pembelajaran adalah suatu kemampuan
yang sangat penting. Pada
pembelajaran tradisional, seringkali pengelolaan bersifat otoriter, pemanfaatan
metode pembelajaran yang kaku, guru harus lebih pintar dan benar dari siswa ,
sehingga Friere ( 1993 ) mengkritisi kondisi pendidikan sebagai penjajahan dan
penindasan. Selanjutnya Friere mengajukan suatu solusi yaitu pendidikan dan
pembelajaran yang dialogis. Guru dituntu mengubah paradigmanya didalam
pengelolaan pembelajaran. Guru harus memiliki kompetensi yang memadai dalam
mengelola pembelajaran.
Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik
dan berakhlak mulia. Banyak cerita seorang siswa TK atau SD yang lebih menurut
bila di beri tugas oleh guru dari pada orang tuanya. Hal ini menunjukkan betapa
berartinya peran guru dalam pembentukan
dan perkembangan mental kepribadian peserta didik (siswa ). Disini guru
dituntut memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, karena akan menjadi
landasan kompetensi-kompetensi lainya.
Kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Guru adalah makluk sosial
yang kehidupannya tidak terlepas dari masyarakat dan lingkungannya. Di desa
guru sering diminta bantuannya tenaga dan pikiranya dalam kegiatan kegiatan desa,
seperti dalam kegiatan pemilu, sensus,
kegiatan keagamaan, sosial dan lain sebagainya. Hal ini karena guru masih
dipandang sebagai sosok orang yang
berkemampuan secara intelektual dan kepribadianya. Sebaliknya apabila seorang guru tertangkap
melakukan perbuatan asusila, maka akan di blow
up pada mass media secara mencolok.
Hal ini karena perasaan masyarakat telah
tersakiti, karena masyarakat merasa harapan, stigma, simbol
kepribadian guru yang baik , yang digugu lan
ditiru telah ternodai. Disinilah pentingnya kompetensi sosial bagi guru.
Kematangan, kearifan kompetensi sosial
yang dimiliki guru akan berdampak bagi ketentraman kehidupan guru dimasyarakat
dan lingkunganya , yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja guru.
Pasal 42 SNP memuat Standar
Sarana dan Prasarana, menyatakan : Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lainya yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
bekelanjutan. Kecuali itu pada ayat 2
menyatakan : Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi
lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang
tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, termpat berolahraga, tempat
ibadah, tempat bermain, tempat rekreasi, ruang atau tempat lainya yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Sebagai Standar
Pengelolaan, pada satuan pendidikan
dasar dan menengah dikelaola berdasarkan Manajemen Berbasis Sekolah yang
ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan
akuntabilitas ( pasal 49 SNP ). Dewan
Pendidikan dan Komite sekolah bersama
dalam pengambilan keputusan untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu
pada satuan pendidikan ( pasal 51 ) . Dewan Pendidikan sebagai pengambil
keputusan bidang akademik, dan Komite Sekolah dalam bidang non akademik.
Menurut Standar Pembiayaan
pasal 62 SNP , pembiayaan pendidikan terdiri atas pembiayaan investasi,
pembiayaan operasi dan pembiayaan persona. Biaya investasi sekolah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta
didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan. Biaya operasi sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya
operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya.
Pasal 63 SNP mamuat
Standar Penilaian Pendidikan. Ayat 1 menyebutkan: Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah terdiri atas :
a.
penilaian
hasil belajar oleh pendidik.
b.
Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan dan
c.
Penilaian
hasil belajar oleh pemerintah.
Penilaian oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan
untuk memantau proses , kemajuan dan perbaikan
hasil dalam bentuk ulangan tengah
semester, akhir semester dan ulangan untuk kenaikan kelas, yang digunakan untuk
mengukur pencapaian kompetensi siswa ,sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan
hasil belajar siswa dan memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi
lulusan. Sedang penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan
dalam bentuk ujian nasional.
2.Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Sekolah
(KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP ini dikembangkan sesuai dengan tuntutan
otonomi pendidikan. Pengembangan KTSP oleh satuan pendidikan sesuai dengan
situasi dan konteks yang dimilikinya. Akan tetapi, satuan pendidikan tetap
harus mengacu pada lingkup standar nasional pendidikan yang ada, sesuai dengan
PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Keleluasaan sekolah dalam
mengembangkan KTSP tentu harus diikuti dengan analasis situasi satuan
pendidikan untuk mencapai lingkup
standar nasional pendidikan yang sudah ditetapkan, di antaranya Standar Isi
(SI)dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
dalam Permendiknas no 23 tahun 2006.
Hasil analisis tersebut merupakan dasar pijakan untuk menentukan kedalaman
dan keluasan target-target yang ditetapkan, budaya yang akan dibangun, tujuan
yang ingin dicapai, serta isi dan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan bermutu di satuan pendidikan tersebut. Pencapaian tujuan pendidikan
bermutu tersebut sesuai dengan UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 5, yaitu “Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Penyusunan dan
pengembangan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah.
Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah
dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu
sebelum tahun pelajaran baru (BSNP, 2006: 33). Tahap kegiatan penyusunan KTSP
secara garis besar meliputi: analisis sekolah, penyiapan dan penyusunan draf,
reviu dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian (cf. BSNP, 2006:
33).
Dalam Panduan penyusunan
KTSP yang disusuna oleh BSNP ( Badan Stadar Nasional Pendidikan ) menyebutkan
ada empat komponen, yaitu : (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
(2) struktur dan muatan KTSP, (3) kalender pendidikan dan (4) silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ).
Tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan dirumuskan berdasarkan tujuan umum pendidikan yang meliputi
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan menengah kejuruan. Khusus
tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Struktur dan muatan KTSP
disebutkan dalam Pasal 6 SNP yaitu, kurikulum untuk jenis pendidikan
umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas :
a.
kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b.
kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c.
kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.
kelompok
mata pelajaran estetika
e.
kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan
yang dilaksanakan secara holistik untuk mempengaruhi pemahaman dan/atau
penghayatan peserta didik. Selain memuat kelompok mata pelajaran, struktur
kurikulum juga memuat materi muatan
lokal dan kegiatan pengembangan diri.
Muatan lokal merupakan
kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri
khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal
ditentukan oleh satuan pendidikan (Masnur Muslich, 2007 : 30). Pengembangan
diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat setiap peserta
didik. Pengembangan diri tidak mesti di asuh oleh gurunya. Pengembangan diri
dapat berupa ekstrakurikuler, pelayanan konseling, bimbingan karier, bimbingan
belajar.
Kalender
pendidikan diatur oleh peraturan menteri, yang berisi permulaan tahun ajaran,
minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Hari libur
yang dimaksud adalah hari libur jeda tengah
semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antara semester ( pasal 18
SNP ).
Silabus merupakan
penjabaran standar kompetensi dan kompetansi dasar ( SKKD ) kedalam materi
pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian. ( Masnus Muslich, 2007 : 32 ). Berdasarkan silabus, guru menuangkan
kedalam rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ) .
3. Menguasai Materi Standar
Seorang
guru dituntut mampu menjabarkan materi standar (pasal 6 dan 7 SNP ) dalam
kurikulum. Guru harus dapat memilih
materi pembelajaran yang relevan
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Beberapa kriterian dikemukakan
Hasan (2004) dalam Mulyasa (2007 : 139-140 ) didalam memilih dan menentukan
materi dasar. Kriteria itu adalah :
a.
Validitas ( validity )
atau tingkat ketepatan materi. Agar pemahaman terhadap suatu konsep materi
pelajaran tertentu oleh siswa tidak salah, maka guru harus menetapkan materi
pelajaran ( konsep, teori ,dalil, rumus, dll )
yang telah pasti dan tidak menjadi perdebatan atau dipertanyakan
kebenarannya.
b.
Keberartian atau tingkat kepentingan materi tersebut dikaitkan
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta
didik. Materi pelajaran harus dapat peserta didik menjadi dewasa, yang dapat
memanfatkan hasil pemahamannya pada jenjang pendidikan diatasnya, atau
dimasyarakat.
c.
Relevansi (relevance)
dengan kemampuan peserta didik. Artinya tidak terlalu sulit tetapi juga tidak
terlalu mudah bagi peserta didik, dan disesuaikan dengan variasi lingkungannya
dan kebutuhan di lapangan pekerjaan serta masyarakat pengguna saat ini dan yang
akan datang.
d.
Kemenarikan (interes).
Pengertian menarik disini materi pelajaran di harapkan menarik bagi peserta
didik, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berminat mengetahui dan
mengembangkanya lebih jauh dari apa yang mereka terima di dalam kegiatan
belajar mengajar.
e.
Kepuasan (satisfaction)
kepuasan yang dimaksud merupakan hasil pembelajaran yang diterima peserta didik
benar-benar bermanfaat bagi kehidupanya, dengan mendapat nilai/insentif yang
besar dalam kehidupanya dimasa depan.
Guru yang profesional
harus mampu mamilah, memilih dan mengelompokkan materi pembelajaran yang akan
disampaikan kepada peserta didik, sesuai jenjang, kebutuhan dan kemampuannya.
4. Mengelola Program Pembelajaran
Secara
operasional , kemampuan pengelolaan pembelajaran menyangkut tiga fungsi
manajerial , yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Perencanaan
menyangkut penetapan tujuan ,penetapan kompetensi dan metode untuk mencapai
tujuan. Pada umumnya perencanaan pembelajaran ( RPP ) secara teknis minimal
mencakup bebarapa komponen yaitu : (1) Standar Kompetensi (SK), Kompetensi
Dasar (KD), dan indikator pencapaian hasil, (2) tujuan pembelajaran, (3) materi
pembelajaran, (4) metode/pendekatan pembelajaran, (5) langkah-langkah kegiatan
belajar ( interaksi ), (6) alat dan sumber belajar, (7) evaluasi pembelajaran.
Pelaksanaan atau
implementasi program adalah proses
penyampaian materi pelajaran yang harus sudah dapat dipastikan tersedianya
sumberdaya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk
kompetensi dan tujuan yang diharapkan. Dalam pelaksanaan pembelajaran
mengandung maksud mempengaruhi peserta didik agar tertarik dan mengikuti proses
pembelajaran. Jadi ada fungsi manajerial disini. Seperti yang diungkapkan
Dubrin (1990 ) dalam Mulyasa (2007:77 ) bahwa fungsi pelaksanaan pembelajaran
merupakan fungsi manajerial yang mempengaruhipihak lain dalam upaya mencapai
tujuan, misalnya bagaimana memotivasi dan ilustrasi kepada peserta didik, agar
mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran dan membentuk kompetensi pribadi
secara optimal.
Pengendalian atau evaluasi
bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang
telah ditetapkan. Guru sebagai manajer pembelajaran harus mengambil
langkah-langkah perbaikan apabila hasil yang dicapai peserta didik tidak
sesuai seperi yang diharapkan, atau ada
kesenjangan yang signifikan antara proses pembelajaran aktual dengan hasil yang
diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
5. Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas tidak terbatas pada
pengelolaah prasarana kelas seperti penataan ruang untuk mengkondisikan sebagai
ruang belajar yang ;
1.accesibility, yaitu memungkinkan peserta didik mudah
dalam menjangkau alat dan sumber belajar
2.Mobility,
yaitu peserta didik dan guru mudah bergerak dari satu bagian
tempat ketempat lain dalam kelas sesuai standar sarana dan prasarana.
3.Interactive,
yaitu peserta didik mudah saling berinteraksi sesamanya atau
peserta didik dengan gurunya.
4.Variasi
kerja sama, yaitu
peserta didik dapat bekerja secara individual maupun kelompok dalam kelas.
tetapi guru sebagai agen pembelajaran didalam
pengelolaan kelas harus berperan sebagai fasilitator, inspirator, motivator dan
pemacu belajar.
”Sekitar
lima tahun yang lalu, saya seperti layaknya guru yang ideal. Saya berdiri, mengajar,
menulis rumus dipapan tulis, melakukan sesuai petunjuk, membuat eksperimen,
memberi ujian dan memberi nilai. Saya menyadari bahwa jika saya hanya menjadi
guru rata-rata, murid saya akan menjadi murid rata-rata. Oleh karena itu saya
harus meningkatkan standar ” kata Rick Espinoza seroang guru dari New Mexico,
Amerika Serikat yang dikutip Mochtar Buchori (1989). Kutipan diatas
menunjuakkan bahwa seorang guru tidak hanya ”mengajar”, tetapi juga sebagai
pendidik, sebagai fasilitator kalau ingin menjadi guru yang meningkat
standarnya. Guru bertugas memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam belajar
( facilitate of learning )
Sebagai
fasilitator, guru tidak hanya berdiri didepan kelas berceramah mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada
peserta didik, tetapi harus berupaya bagaimana agar peserta didik mudah untuk
menerima pelajaran. Menciptakan suasana belajar yang riang gembira, penuh
semangat, tidak cemas, tidak tertekan, tidak ada ancaman, sehingga peserta
didik leluasa mengeluarkan pendapat, berargumentasi, terbuka, egaliter. Hal ini
bisa tercapai apabila guru berlaku
demikratis, egaliter, dialogis, pendengar yang baik, mengerti bahasa peserta
didik, jujur, terbuka dan siap menerima kritik.. Tugas guru dalam kelas adalah
berupaya proses pembelajaran efektif dan kalau bisa efisien.
Sebagai
inspirator bagi peserta didik, guru dituntut berpenampilan menarik, memiliki
ide-ide yang brilian, menguasai materi, banyak pengalaman, tertib dan sikap
prilaku yang baik. Guru yang digugu dan ditiru sudah menunjukkan jati diri guru
sebagai inspirator. Guru harus dapat menciptakan iklim pembelajaran yang menghasilkan ide-ide segar,
gagasan, pemikiran yang baru. Untuk mencapai itu seorang guru dituntut sebagai
pendongeng yang baik. Ya guru harus bisa bercerita. Cerita adalah cermin bagus
dan merupakan tongkat pengukur . dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana
memecah masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan
kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan
kehidupan mereka, belajar untuk menghargai kehidupan sendiri setelah
membandingkan dengan apa yang telah mereka baca tentang kehidupan manusia di
masa lalu (Mulyasa, 2007:71 ) baca juga
dalam Ippo Santoso. 2007. ”Tiga Belas Wasiat Terlarang”.
Sebagai
Motivator , guru diharapkan mempu membangkitkan energi belajar baru pada diri
peserta didik. Motivasi oleh Callahan dan Clark (1988) sebagaimana dikutip
Mulyasa (2007) mendifinisikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang
menyebabkanadanya tingkah laku kearah suatu tujuantertentu. Motivasi merupakan
salah satu faktor penting dalam mendorong peserta didik untuk giat belajar.
Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta
didik, dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.
peserta didik akan bekerja keras kalau memiliki
minat dan perhatian terhadap pekerjaanya.
2.
Memberi tugas yang jelas dan dapat dimengerti.
3.
Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan
prestasi peserta didik.
4.
Menggunakan hukuman dan hadiah secara proporsional
5.
Memberikan penilaian dengan adil dan transparan.
Guru sebagai pemacu harus dapat
melipatgandakan potensi peserta didik, dan mengembangkan sesuai dengan aspirasi
dan cita – cita mereka dimasa yang akan datang. Pada prinsipnya setiap siswa
memiliki kemampuan dan potensi didalam dirinya tugas guru adalah mengeksplorasi
dan menjadikan berdaya agar dapat menjadi energi bagi pengembangan jiwa,
pikiran dan kedewasaan peserta didik. Apabila guru dapat memanaj perannya
didalam kelas, maka akan tercipta iklim kelas yang kondusif.
6. Memanfaatkan Media dan Sumber Belajar
Berbagai kenyataan
menunjukkan bahwa kita belum menyadari bahwa informasi sudah merupakan sumber
daya, dan kita belum mampu mendayagunakan potensi TIK secara baik dan maksimal
guna mengelola sumber daya informasi tersebut. Tiap hari kita dibanjiri arus
informasi , namun pada kenyataan informasi itu ”cuma numpang lewat ” . Masih
jarang orang yang menganalisis serta mengkonversikannya menjadi pengetahuan.
Sudah saatnya kita mendisiplinkan diri untuk menjaring dan menyaring informasi,
memilahnya, kemudian membuat klasifikasi dan mambuat evaluasi. Dizaman
persaingan yang semakin gila ini, kemampuan dan kecepatan kita memproses
informasi merupakan titik kritis.
Agar mampu bersaing di era
global, peningkatan mutu generasi muda kita harus di lakukan secara sistematis,
terarah, berencana dan terukur. Upaya tersebut mutlak harus menggunakan
paradigma masa depan, bukan paradigma hari ini, apalagi paradigma masa lalu.
Untuk mewujudkan hal tersebut kita harus bekerja keras secara cerdas dan
sungguh-sungguh ( lewat jalur pendidikan ) agar tidak tertinggal terlalu jauh
dan semakin jauh.
Dalam bidang pendidikan dan pelatihan, guru
bukan lagi sebagai satu-satunya (the one
and only) sumber informasi. Karena peran guru sebagai pengajar secara
bertahap tetapi pasti harus bergeser menjadi fasilitator dan penyelia. Hal ini
tidak berarti bahwa fungsi dan peran guru sebagai pendidik harus memudar.
Bahkan guru lebih di tuntut mampu menanamkan nilai-nilai budaya bangsa dengan
segala kebhinekaanya dalam upaya membentuk jati diri anak bangsa, agar penuh
percaya diri dan mampu bersaing dengan warga dunia lainya.
Salah satu infrastruktur
yang diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah sarana
komunikasi yang efektif dan efisien. Sarana Telepon, fax dan pos memang masih
diperlukan, namun seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi ( TIK ) dan Multimedia kita tidak lagi bisa berpangku tangan. Kita
harus mulai membudayakan penggunaan berbagai teknologi Multi Media dan TIK.
Kemajuan teknologi adalah
sebuah realitas. Deretan fakta dan peristiwa menunjukkan dunia pendidikan
mendapat tantangan baru dan serius.
Dunia pendidikan harus mampu mengubah paradigmanya untuk dapat menjawab
tantangan itu. Kekuatan dunia pendidikan harus diindentifikasi kembali agar
dapat dioptimalkan pemberdayaannya sehingga dapat menciptakan peluang- peluang
baru yang lebih memberi harapan. Sementara dengan upaya yang kuat dan terarah
kita harus meminimalisasi kelemahan dan tantangan yang ada dengan memberikan
pendidikan dan pembelajaran yang mengarah pada menjawab kemajuan jaman tanpa harus meninggalkan jatidiri sebagai
anak bangsa.
7. Memahami dan Mengembangkan Peserta
Didik.
Seorang ibu harus memahami bahasa anaknya.
Ungkapan itu tidak berlebihan, sebab seorang ibu adalah guru pertama dan utama
dari anak-anaknya. Seorang ibu akan tahu apa maksud dari tangisan oroknya.
Laparkah, ingin tidur kah, hanya ingin dibelai, digigit nyamukkah, seorang ibu
akan cepat menangkap maksud tangisan oroknya. Demikian guru harus memiliki
kompetensi akan psikologi peserta didik. Ya, mungkin yang umum dikatakan
psikologi perkembangan.
Peserta didik dalam suatu kelas memiliki
potensi yang beragam, ada yang sangat cepat menyerap pelajaran, ada yang sedang
ada yang lambat. Dalam sistem
pembelajaran kontekstual, pemahaman individu ini adalah sangat penting. Ada
empat hal yang harus dipahami guru tentang peserta didik, yaitu tingkat
kecerdasan, kreativitas, cacat fisik dan perkembangan kognitif.
Pemahaman tingkat kecerdasan peserta didik
perlu dimiliki guru. Banyak cara mengetahui tingkat kecerdasan ini, seperti
memalui tes Somon – Binet, atau yang lebih sempurna Stanford Binet Test, tes Spearman, tes Wechler. Dalam keadaan memungkinkan, layanan terhadap
perbedaan peserta didik dapat dilakukan dengan program akselerasi( percepatan
bagi anak cerdas ) , belajar dalam kelompok (berdasarkan tingkat kecerdasan dan
prestasi ), kenaikan kelas yang melompat, dan program tanpa kelas dengan sistem
kredit. ( Mulyasa, 2007:82 ).
Mengukur kreatifitas adalah sulit, karena
ini menyangkut craft. Jarang peneliti
yang menekuni tentang kreatifitas ini.
Laporan penelitian Taylor ( 1964 ) menunjukkan bahwa adanya korelasi
yang rendah antara faktor-faktor yang berhubungan dengan kreatifitasdan skor
tes intelegensia, berarti bakat kreatifitas tidak hanya bervariasi, tetapi juga
berbeda dengan intelegensia. Disinal guru dituntut untuk menciptakan kondisi
yang baik agar memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan daya
kreatifitasnya. Kondisi seperti itu
dapat diciptakan dengan model pembelajaran kelompok kecil atau kerja proyek . Perlu dipahami guru bahwa
peserta didik yang kreatif kadang bertingkah berbeda dari teman –
temannya, pemahaman oleh guru pada
setiap individu menjadi sangat penting.
Pelayanan kepada peserta didik yang
memiliki kelainan/cacat fisik harus di bedakan dengan yang normal.
Kelainan/cacat fisik itu seperti pada pengelihatan, pendengaran, kemampuan
bicara, pincang, lumpuh dan lain sebagainya, yang memungkinkan akan mengganggu
terhadap diri peserta didik dalam menerima pelajaran. Pelayanan yang ” berbeda
” kepada peserta didik yang memiliki cacat fisik harus dilakukan dengan cara
yang sabar, telaten tetapi wajar. Pelayanan yang berlebihan justru akan
mempengaruhi perkembangan mental peserta didik yang cacat fisik itu sendiri
atau juga dapat menjadikan rasa iri terhadap temannya yang lain.
Sebagai kesimpulan kiranya pembaca telah dapat menjawab
pertanyaan berikut , ” sudah masuk kriteria
guru profesionalkah, guru kita ?”, monggo dipun galih.
DAFTAR PUSTAKA
Derap Guru .
majalah. Edisi 05/Tahun 02/April 2008
Fadjar, A. Malik, Manajemen
Sunber Daya Sistem Pendidikan ( pokok-pokok Materi Pembelajaran MP.PPS.UMS )
Mulyasa, E, DR, MPd . 2007 . Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru . Rosda Karya . Bandung
Muslich,
Masnur,2008, KTSP : Pembelajaran
Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta.
PT. Bumi Aksara ( cetakan ke tiga )
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sudrajat, Akhmad, MPd, 2008
, Manajemen Kinerja Guru, http://akhmadsudrajat
Wordpress.com/2008/02/03/manajemen-kinerja-guru/
Supandi K, Prof,Dr, 15 Mei 2001,
Profesionalisme dan Pengembangan Guru, makalah forum Colloquium Pendidikan ,
Universitas Muhammadiyah Prof.DR.Hamka , Jakarta
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003, Depdiknas RI
Undang –Undang Republik
Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Harrah's Casino - New Orleans, LA - MapyRO
BalasHapusHarrah's Casino, New Orleans, LA: 군포 출장안마 Hotel 안양 출장안마 address, 광주광역 출장마사지 casino, restaurants. 777 Harrah's 목포 출장마사지 Blvd S New Orleans, LA 여주 출장안마 70130