Minggu, 05 Februari 2012

FILSAFAT PENDIDIKAN 1


FILSAFAT PENDIDIKAN 
: SUATU RESUME


Abstrak.          
Sukar membedakan antara filsafat pendidikan dan teori pendidikan. Karena menyangkut diri manusia dan lingkungannya. Kaum Idealis berpendapat bahwa perkembangan manusia diperoleh dari pengalaman – pengalaman (experiences) pribadi dari melihat, menilai alam secara kenyataan (realitas) dan keberadaannya (eksistensi) . John Locke mengemukakan teori bahwa “ anak terlahir seperti kertas putih yang belum tertulisi (tabula rasa) – ingat hadis nabi Muhammad “ bahwa anak yang terlahir dari dalam rahim ibunya adalah fitrah (suci), dia jadi nasrani atau majusi , tergantung orang tuanya _.   Namun antara filsafat dan teori dapat dibuat suatu batasan batasan.

       
Terminologi Khusus Filsafat : Pendidikan

1.    Metafisik. Adalah cara memandang alam jagad raya secara realitas ( keadaan dan kenyataanya )         . Dalam memandang alam ada dibedakan tiga faham; idealisme , realisme dan pragmatisme. Kaum Idealis  memandang  kenyataan  dari yang bukan berupa kebendaan, sepiritual dan waktu. Sedangkan kaum Realis  memandang secara obyektif – apa adanya – dari keberadaanya terbebas dari siapa  manusianya. Kaum Pragmatis memandang hasil pengalaman dari diri manusia dengan masyarakat dan lingkungan fisiknya.          Didalam filsafat pendidikan , Metafisik adalah faham yang menghubungkan secara realitas antara subyek, pengalaman, dan ketrampilan dari kurikulum.

2.    Epistimologi :  Hubungan antara Pengetahuan dan Bagaimana cara mengetahui ( Pemahaman ). Jadi disini berhubunganerat dengan Pengajaran dan metode mengajar.Guru yang mengajar memakai metode yang sesuai sensasi dan abstarksi akan dapat mengembangkan  aktifitas kelas lebih hidup  jadi menggunakan sensor rangsangan.

3.    Aksiologi : adalah yang berhubungan dengan nilai. Aksiologi dibedakan menjadi dua, yaitu Etika dan estetika. Etika menguji nilai-nilai  moral  dan norma-norma susila. Sedang Estetika mengacu pada nilai dari keindahan dan seni. Kaum idealis dan realis menamakan teori nilai, dengan menegaskan itu bagus, benar dan indah secara umum yang tetap diakui dimanapun dan kapanpun. Kaum pragmatisme mengambil nilai itu sebagai budaya atau  sikap tingkah laku relative dan berbeda secara kelompok maupun individu. Hal ini tergantung dari situasi, waktu dan tempat.

4.    Logis : Berhubungan dengan cara berfikir benar atau salah. Ada dua kerangka berfikir yaitu  : deduktif dan induktif. Kerangka  berfikir deduktif  bertolak dari pernyataan yang bersifat umum ke pernyataan bersifat khusus dengan memakai kaidah logika tertentu. Mengambil suatu kenyataan atau fakta yang ada dilingkungannya - juga dari pengalamannya - kemudian menarik seatu kesimpulan.   Proses pemikiranya melalui tahapan  silogisme :
a.      Premis Mayor ( dasar pemikiran utama )
b.      Premis minor ( dasar pemikiran kedua )
c.       Simpulan
Kerangka berfikir indiktif  pernyataan yang bersifat khusus ( teori ) ke pernyataan umum ( generalisasi ) . Cara berfikir induktif biasanya hanya cocok untuk
populasi yang kecil. Pada populasi yang luas  generalisasi  kurang bisa dipertanggungjawabkan keakuratanya. Oleh karena itu dikenal indiksi sempurna dan induksi tak sempurna. ( H. Arief Furchan, MA.,Ph.D : 2007 )    


Faham – faham  dalam filsafat :
1.      Faham Idealisme
Ketika manusia pertama lahir, yang dilihatnya adalah lingkungan sekitarnya. Ketika sudah mulai dapat berfikir , maka pertanyaan pertama adalah tentang apa ?. -  Itulah yang diajarkan Tuhan terhadap Adam sebagai manusia dan Rasul pertama-. Ketika terjadi perubahan terhadap alam yang di diami , manuasia akan bertanya mengapa ?, bagaimana ? hingga pertanyaan yang bersifat transenden : siapa yang menyebabkan… ?, siapa yang mencipta …?. Alam jagad raya ini ( makrokosmos ) adalah wahana belajar yang sengaja di ciptakan Tuhan untuk manusia.

Pada dasarnya manusia ketika lahir telah dibekali kemampuan untuk berfikir secara intrinsic (Nativisme – Schopenhaeur) .  Hal ini dapat di eksplorasi  dan eksploitasi. Kaum Idealis (baca Platonis) dengan kemampuan instrinsiknya mengelaborasi realitas-realis yang ada pada lingkungan kedalam pengalaman pribadi sehingga menjadi konsep  atau teori yang nyata.

Dalam dunia pendidikan guru yang idealis dapat menggali dan memaparkan  kemampuan intrinsic siswa (dari bawah sadar) kepada realitas sadar . Guru yang idealis lebih menyukai aturan dan pola kurikulum mata pelajaran yang saling menghubungkan ide dan konsep.

Kurikulum di Indonesia terkesan sangat idealistis. Hal ini terlihat dari pengelompokan mata pelajaran menjadi Normatif, Adaptif dan Produktif (khususnya untuk SMK). Nurmatif yang bersifat humanistis di pasang paling atas terdiri dari  : Pendidikan Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Sejarah, Seni Budaya. Adaptif terdiri dari : Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Kewirausahaan, IPA dan IPS. Sedang Produktif adalah mata pelajaran yang berkenaan dengan kejuruan.

Secara substansinya, kurikulum mengandung etika, estetika untuk mengembangkan otak kanan  (Ippo Santoso : 2007) , knowlage dan skill untuk mengembangkan otak kiri. Karenanya memandang nilai-nilai estika dan estetika bersifat absolute dan universal. Disinilan mengapa pemerintah mempertahankana muatan mata pelajaran Normatif walau banyak kritikan dan tuntutan, dari subtansi hingga jumlah pemelajaran per minggu di sekolah.

2.      Faham realisme.
Seperti halnya Idealisme,  menekankan pada pengetahuan dan nilai, tetapi pada realisme membedakan antara metafisik dengan epistimologi. Esensi dari ajaran (doktrin)  realisme adalah :
a.      there is a world of real existence that human beings have not made or constructed. (adalah satu dunia dari keberadaan sesungguhnya yang manusia   tidak dapat membuat atau membangun nya).
b.      This real existence can be known by the human mind  (keberadaan - eksistensi -  yang senyatanya itu dapat diketahui dari jiwa manusia) dan
c.       Such knowledge is the only reliable guide to human conduct, both individual or social. (Pengetahuan hanya merupakan petunjuk yang dapat dipercaya  sebagai tingkah laku manusia  secara individual maupun social) ( P.H.Hirst  dan R.S.Peters : 1975)

            Faham Realis memandang obyek dan persepsi akan obyek adalah suatu kebenaran  yang penting. Manusia terlahir petama adalah mengenal terhadap obyek kebendaan disekitar, melalui rasa dan perasaan (rasa lan karsa). Pemahaman dipandang sebagai proses yang meliputi sensasi dan abstarksi. Pertama seorang pemerhati akan melihat obyek, merekam dalam sensor data, kemudian mensortir dan menampilkan kembali  . Lebih mudah digambarkan seperti computer _ data masuk , diubah kedalam biner, diproses , decoder dan ditampilkan kembali (displayed)_.
             Seperti halnya Idealis, kaum realis percaya bahwa kurikulum harus diorganisasikan , terlepas dari subyek,  secara  efektif dan efisien sebagai jalan  mencari  kebenaran. Pengorganisasian ini menyakut : Administerasi sekolah (tenaga kependidikan), Guru (pendidik) , siswa dan metode mengajar yang baik.
             Guru dipandang sebagai subyek yang harus mempunyai kompetensi dibidangnya , mampu memilih metode yang tepat didalam mengajar dan mempunyai pengetahuan yang lain (multi disiplin) sehingga dapat mentranfer pengetahuan (knowlage) kepada siswa. -diharapkan guru tidak mengasah otak kiri saja, tetapi juga harus merangsang otak kanan - (Ippo Santoso : 2007)

3.      Faham Parenialisme :
            Parenialis memandang bahwa manusia pada dasarnya adalah rasional (mempunyai kemapuan berfikir secara intrinsic) , sehingga memandang pendidikan sebagai pencarian dan penyebaran kebenaran. Kebenaran yang ada adalah kebenaran umum (otoritas). Pandangan ini hanya menekankan pada rasionalitas, sehingga dalam praktek hanya mengembangkan Intelektualitas (otak kiri).
            Robbert Hutchins , seorang parenialis berargumen  education ought to cultivate the intellect as well as the harmonious development of all human faculties  hal ini didasarkan pada dua alas an pokok; 1). Manusia pada dasarnya  rasional, dan pengetahuan menempati tempat yang tidak berubah, absolute dan universal. 2). Sejak rasionalitas manusia pada awalnya adalah universal, maka pendidikan ditekankan pada universalitas.
            Kaum Parenial  memandang pendidikan sebagai : 1). Kebenaran adalah universal dan tidak tergantung pada keadaan tempat, waktu dan rang. 2).Pendidikan yang baik meliputi suatu pencarian dan pemahaman akan kebenaran. 3). Kebenaran akan dapat ditemukan dalam peradaban dunia. 4). Pendidikan adalah suatu latihan liberal yang mengembangkan intelektual.
            J.Adler ,seoran pendukung Perenialisme  berpendapat kurikulum umum untuk semua siswa. Penekanannya adalah menanamkan suatu kesadaran dan pemahaman sebagai pengembangan intelektualitas siswa. Jadi kaun parenialis memandang ruang kelas sebagai pusat pertumbuhsan intelektual dan perkembangan siswa. . Seorang Guru akan mengajarkan pengetahuan yang mendasar sepeti : membaca, menulis  dan berhitung.

4.      Faham Esensialisme
            Esensialisme secara mendasar menekankan kepada otoritas guru dan nilai yang terkandung dalam kurikulum . Pada faham ini Pendidikan ditekankan pada pemelajaran ketrampilan dasar, seni budaya  dan ilmu pengetahuan. Arthur Bestor Memandang bahwa pendidikan yang selama ini hanya menekankan pada profesionalitas yang hanya mengembangkan intelektual (baca : otak kiri) adalah lemah. Oleh karena itu Pemelajaran seni budaya  dan ilmu pengetahuan adalah perlu untuk sekolah umum, sehingga anak laki-laki maupun perempuan akan bisa memanfaatkan kemampuan intelegensinya secara utuh
Artur Bastor dalam bukunya “The Restoration of learning” mengemukakan bahwa pendidikan yang baik seharusnya “    berlatih  dalam kerangka berfikir yang mendasar ditunjukkan dari sejarah, ilmu pengetahuai, matematika, literature, bahasa seni dan disiplin ilmu yang lain   disusun kedalam keinginan umat                                                                                                                                                                                                                                   manusia untuk dapat menciptakan  pengetahuan yang berguna, kebudayaan yang dapat dimengerti dan kekuatan intelektual”.   
Kaum esensialis mengambil disiplin intelektual sebagai upaya meningkatkan kerangka dasar dari kehudupan modern. Didalam kurikulumnya SLTP, SLTA maupun Perguruan Tinggi dibedakan tingkat pemahamanya.  Hal ini didasarkan pada rendahnya kualitas pendidikan di Amerika. Sehingga pada tahu 1970-an  kaum esensialis melakukan gerakan ” back to basic ” , dimana sekolah dearahkan berkonsentrasi pada ketrampilan – ketrampilan yang esensial (pokok)  dan kontribusi subyek kedalam gerakan pembebasan Buta Huruf dan kedalam sosial dan efisiensi intelektual.
    Dalam pandangan ini, guru harus membangun kembali autoritasnya (kewenangan dan kewibawaan) . Guru harus dipersiapkan dengan baik dan dapat dipercaya untuk menghindari kegagalan siswa dalam belajar. Metode intruksiolanya harus berpusat pada tugas pokoknya : memberikan tugas rumah, hafalan, testing dan evaluasi.   

5.   Faham Neoesensialisme 
Istilah Neoesensialisme muncul tahu 1980-an  di Amerika sebagai kritik terhadap Bastor yang hanya mendasarkan  pada kurikulum berbasis disiplin intelektual. American Memory  Sementara menkritisi para pendidik yang gagal atau mengabaikan pencapaian misi sekolah dalam mentranfer warisan budaya manusia. Khususnya ditemukan dalam pelajaran sejarah dan kesusasteraan.  American Memory  menyerang para pendidik yang hanya menekankan ” proses ” dari pada isi. Oleh Lunn V. Cheney pemilik American Memory mengeluarkan statemen ” Kami ingin untuk anak kami diajari  bukan melalui kebijaksanaan  berdasar waktu , akan tetapi kebijaksanaan berdasar  usianya”
Esensialisme dan Neoesensialisme percaya bahwa sekolah merupakan institusi yang dirancang bangun untuk pengajaran ketrampilan dasar dan pokok bahasan-pokok bahasan. Guna menjamin ketrampilan, kemasyarakatan, masyarakat yang melek huruf, sekolah-sekolah membutuhkan standar-standar pemeliharaan  yang memerlukan masteri ketrampilan dan pokok – pokok bahasan.
Kesimpulanya, seorang guru harus bisa memadukan penyampaian ketrampiklan dasar dan pokok-pokok bahasan tanpa meningggalkan budaya yang ada. Ketrampilan dasar seperti : membaca, menulis dan ilmu hitung, ditambah beberapa disiplin ilmu yang lain seperti bahasa asing ( inggris ), matematika, sejarah, IPA/IPS dan geografi  yang tetap menekankan pada aktivitas pemelajaran yang tidak berbeda. Guru yang esensialis dapat medifinisikan konsep kurikulum dengan baik  . Guru merupakan sepesialis akan isi pokok persoalan dari mata pelajaran yang diajarkan yang diorganisasikan kedalam unit-unit intruksional .  Dalam kelas esensial , siswa  mencurahkan segala kemampuanya untuk belajar ketrampilan dasar dan pokok-pokok bahasan.

6.      Faham Pragmatisme. 
  Pragmatisme  adalah fisafat yang dikembangkan di Amerika, menekankan pada pengujian ide-ide melalui akting atas mereka, yang ditekankan dengan menggunakan metode ilmiah dalam validasi idea.    William James  (1842-1910) menerapkan intepretasi pragmatisme kedalam psikologi, agama dan pendidikan dan George Herbert Mead (1863-1931) menekankan pada pengembangan  anak dalan belajar dan mencari pengalaman sebagai manusia.  John Deway ( 1859-1952) mengambil dari teori Evolusi Darwin mengenai hubungan manusia sebagai organisme  yang belajar tentang  lingkungannya. Para pragmatis menekankan pada ”pengalaman”, bahwa manusia sangat tergantung dengan habitatnya. Hal ini hampir sama dengan faham parenialisme.
            Ketika idealisme dan realisme sangat hati-hati memisahkan antara metafisi dengan epistimologi, faham pragmatisme atau eksperimentalisme telah menafsirkan epistimologi  sebagai  proses dalam suatu realitas yang berubah secara konstan.Dicontohkan disini interaksi manusia sebagai organisme yang melakukan interaksi dengan lingkungannya -  hidup, tumbuh dan berkembang  - akan belajar dan berubah karena  lingkungannya. Jadi pengalaman mengelai lingkunganya yang menjadikan manusia itu berubah.  
            Kurikulum yang dikembangkan oleh pengikut Deway adalah problem solving, dipandang metode yang paling efektif dan efisien. Nilai yang dikembangkan faham pragmatisme  relatif tergantung pada waktu, tempat dan sesuai dengan keadaannya. Cara berfikir pragmagtis adalah induktif dan berbasis metode ilmiah.
            Peran guru pragmatis adalah menunjukkan suatu kebenaran kepada siswanya dengan menggunakan metode pemecahan masalah secara ilmiah. Guru bertugas menjadi komunikator untuk menyadarkan dan memotivasi siswanya untuk saling tukar pendapat ( shere ) . Jadi metode diskusi adalah andalannya.

7.      Faham Progresivisme.
           Lahir di Amerika sekitar akhir abad 19 dan awal abad 20 sebagai akibat pergolakan politik. Ketika Jane Addams bekerja pada Dewan Perwakilan Rakyat bergerak ingin meningkatkan kondisi kehidupan di Chicago dan daerah urban lainya, sebagai upaya mereformasi sistem kehidupai dan pemerintahan di Amerika.
           Faham Progresivisme menggambarkan Prinsip Pendidikan  sebagai : ” Kami percaya program pendidikan dapat mencapai kebutuhan perkembangan anak, Kami percaya bahwa masa kanak-kanak untuk masa kanak-kanak dan bukan untuk persiapan menjadi dewasa. Sehingga diharapkan program sekolah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : apa yang dibutuhka anak pada masanya untuk menjaga  kesehatan tubuhnya, untuk integritas intelektualnya dan menjaga ketulusan  hati nya dan ketidak sadaran nya akan keyakinannya ( spirit ) ?. Jawabnya adalah kita harus mengubah kurikulum di sekolah dan pemahaman kita akan kebutuhan anak untuk tumbuh berkembang.
           Sekolah-sekolah progresivis memberi kebebasan kepada siswanya untuk memilih kebutuhannya sendiri untuk tumbuh dan berkembang. Model kurikulum yang dikembangkan adalaha : memanfaatkan aktivitas, pengalaman-pengalaman, pemecahan masalah dan metode proyek. Pendidikan progresif difokuskan pada anak sebagai pelajar dari pada  subyek, ditekankan pada aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman dari pada pemahaman verbal dan ketrampilan ber susastra (dibidang kesusasteraan) , dianjurkan aktif didalan kelompok belajar dari pada aktif  sebagai individu yang belajar.
           Metode yang dikembangkan adalah metode menemukan (found) , dimana sekolah dipandang sebagai tempat yang bebas untuk ber-eksperimen, bermain dan mengekspresikan diri mereka sendiri. Model pembelajaran yang dikembangkan adalah : pemecahan masalah ( problem solving ), peninjauan lapangan, berekspresi seni kreatif dan proyek. Guru bertindak sebagai motivator, fasilitator, organisator  dan pembimbing.

8.      Faham Sosial Rekonstruksionalisme
           Faham ini berpendapat bahwa manusia adalah bagian dari penyebab krisis budaya. Jika sekolah merupakan gambaran nilai sosial, seperti anggapan filsafat tradisionil, maka para rekonstruksionalis telah mengatur pendidikan akan hanya memindahkan penyakit-penyakit sosial yang gejala-gejalanya menembus masalah dan penderitaan manusia yang terdalam.  Hanya pendidikan yang mempunyai legitimasi (keabsahan) yang dapat menciptakan aturan dunia dimana manusia dapat mengatur dirinya sendiri. Pendidikan harus bisa mengurangi kesenjangan antara budaya dan kemajuan teknologi.
           Guru menurut faham rekonstruksi sosial harus dapat melakukan kajian kritis terhadap kebudayaan dimana mereka tinggal. Mereka harus mencari penyebab kotroversi, konflik dan inkonsistensi yang selanjutnya mengekplorasi dan menyelesaikanya. Akibat kemajuan teknologi  dibidang nuklir, mengakibatkan kesenjanganantara  kaya dan miskin, negara maju dan berkembang kian lebar, maka menurut rekonstruksionalis perlu disusun kurikulum internasional, sehingga menyadarkan manusia hidup dijaman global.
           Program pendidikan faham ini menekankan pada : 1). Secara kritis mengkaji kekayaan budaya, 2). Tidak takut menkaji isu-isu kontroversi sosial, 3). Berkomitmen membawa perubahan sosial masyarakat yang konstruktif, 4). Menanamkan sikap terencana dan 5). Melibatkan guruu dalam program perubahan sosial, pendidikan, politik dan ekonomi sebagai sarana perubahan kebudayaan secara menyeluruh.
           Pendidikan diharapkan mampu membangun kembali konsep-konsep yang rusak dari ilmu pengetahuan, pendidikan dan sekolah, selain itu instruksi dan inisiatif harus direncanakan lebih hati-hati untuk menciptakan pendidikan menuju perubahan sosial. Pendidiakan dirancang untuk membangun kesadaran siswa tentang masalah sosial dan melibatkan dirinya untuk menyelesaikan masalah. Siswa dibawa untuk mengkaji isu-isu kontroversial di masyarakat. Jadi diharapkan sekolah menjadi agen perubahan sosial.
           Faham Rekonstruksi sosial berkomitmen kuat pada persamaan (equality) atau keadilan (equity) dalam masyarakat dan pendidikan. Bagi mereka batas kelas sosioekonomi dan  pembedaan warna kulit harus diindentifikasi kembali, dikaji dan dihapuskan.Bagi guru, sekolah harus dapat digunakan sebagai agen perubahan sosial dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Guru tidak hanya sebagai pendidik, sebagai komentator netral, tetapi juga sebagai ujung tombak pengenalan dan perubahan sosial (baca lingkungannya).
           Faham Rekonstruksi sosial mendorong sistem pendidkan nternasional sebagai mendia untuk mengurangi konflik dunia secara sistemik.karena terkesan ingin menkaji kebijakan ide pemikiran rekonstruksional terkesan utopik karena mengembangkan studi prediksi masa depan.

9.      Faham  Eksistensialisme
           Faham ini menekankan pada refleksi pribadi. Lahir pasca Perang Dunia II. Tokoh yang terkenal adalah Jean Paul Sarte, berpendapat ” Eksistensi mendahuluai Esensi ”. Jadi manusia terlahir tanpa persiapan, tanpa maksud. Manusia yang menciptakan eksistensi dan esensi nya sendiri ( atheis !). Manusia bebas memilih mau jadi apa.
           Implikasinya didalam pendidikan faham eksistensialisme menyadari bahwa kita hidup didunia nyata dan telah mengembangkan pengetahuan yang berguna dalam hidup nyata. Kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan pribadi (individual) bukan ilmiah. Menurut pengikut faham ini Pendidikan adalah proses pengembangan kesadaran tentang kebebasan untuk memilih dan tentang tanggung jawab untuk memilih.
           Guru mengajarkan kesadaran kehidupan dang kematian, cinta dan benci. Walau diajarkan di dalam kelompok, tetapi pengambilan argumen, pernyataan dan simpulan bersifat  pribadi. Mata pelajaran yang cocok diajarkan adalah yang bersifat emosional, estetika dan puitis. Studi kepustakaan dan bibliografi adalah sumber utama dalam pembelajaran. Karena pengambilan keputusan bersifat pribadi, kegiatan belajar mengajar pada faham ini tidaklah mudah. Guru tidak dapat mendominasi informasi, tidak ada transmit ilmu pengetahuan disini .
           Dalam mengajarkan kesadaran. Guru mendorong siswanya untuk mengidentifikasi dan mengkaji kekuatan intuisi dirinya tanpa batas. Guru menciptakan kalas terbuka, dimana siswa dapat mengembangkan potensi dirinya sendiri, membentuk diri pribadinya, dan mengembangkan konsepnya sendiri aakan identitasnya sebagai manusia.

10.  Analisis Filsafati
           Pendekatan terbaru dalam pendidikan adalah analisa filsafati atau analisa kebahasaan. Ada kekaburan dan ketidak jelasan pemakaian term Ilmu pengetahuan, pendidikan dan sekolah secara filsafati hal ini karena banyaknya filsafat maupun teori di dunia pendidikan.
           G.E.More dan Bertrand Russel secara khusus mengidentifikasi struktur logis yang mendasari penggunaan bahasa. Hal ini timbul sebagai tanggapan dari kondisi Ilmu Pengetahuan pada abad ke.20 . Kehidupan manusia, pekerjaanya dan kompetensi pengetahuan mereka telah mengalami modernisasi, berkembang secara kompleks mengikuti perkembangan teknologi. Setiap bidang tertentu telah mengembangkan bahasa maupun istilah sendiri-sendiri. Sehingga ada kesenjangan bagi orang yang bekerja pada bidang kompetensinya dengan orang lain yang bukan mempunyai kompetensi pada bidang itu. Analisa Kebahasaan atau Filsafati dapat memberi sumbangan cara berkomunikasi yang lebih baik.
           Analisa filsafati tidak menyediakan jawaban-jawaban atas ilmu pengetahuan, pendidikan, sekolah dan pengajaran, Tetapi justru mencoba mempersempit pertanyaan untuk fokus pada pembicaraan dan tulisan tentang isu pendidikan. Faham ini memfokuskan perhatian pada pengetahuan, dalil-dalil yang dapat diverifikasi secara empiris. Juga memberi batasan yang jelan antara Guru dan murid.
            Guru  menurut analisis filsafati dapat memberikan difinisi yang jelas untuk mengurangi kekaburan dan kebingungan akan arti. Analisis filsafati atau analisa bahasa juga dapat digunakan untuk menganalisa informasi yang disampaikan oleh midia masa tentang benar salahnya. Jadi ruang kelas disini difungsikan sebagai arena berkomunikasi untuk menemukan arti, difinisi dan filsafati sebagai jalan menemukan kebenaran.. (dirangkum dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar