FILSAFAT PENDIDIKAN
: SUATU RESUME
Abstrak.
Sukar membedakan antara filsafat pendidikan dan
teori pendidikan. Karena menyangkut diri manusia dan lingkungannya. Kaum Idealis
berpendapat bahwa perkembangan manusia diperoleh dari pengalaman – pengalaman (experiences) pribadi dari melihat,
menilai alam secara kenyataan (realitas) dan keberadaannya (eksistensi) . John
Locke mengemukakan teori bahwa “ anak terlahir seperti kertas putih yang belum
tertulisi (tabula rasa) – ingat hadis nabi Muhammad “ bahwa anak yang terlahir
dari dalam rahim ibunya adalah fitrah (suci), dia jadi nasrani atau majusi ,
tergantung orang tuanya _. Namun antara filsafat dan teori dapat
dibuat suatu batasan batasan.
Terminologi Khusus
Filsafat : Pendidikan
1. Metafisik. Adalah cara memandang alam
jagad raya secara realitas ( keadaan dan kenyataanya ) . Dalam memandang alam ada dibedakan tiga faham; idealisme ,
realisme dan pragmatisme. Kaum Idealis memandang
kenyataan dari yang bukan berupa
kebendaan, sepiritual dan waktu. Sedangkan kaum Realis memandang secara obyektif – apa adanya – dari
keberadaanya terbebas dari siapa manusianya. Kaum Pragmatis memandang hasil
pengalaman dari diri manusia dengan masyarakat dan lingkungan fisiknya. Didalam filsafat pendidikan , Metafisik
adalah faham yang menghubungkan secara realitas antara subyek, pengalaman, dan
ketrampilan dari kurikulum.
2.
Epistimologi : Hubungan
antara Pengetahuan dan Bagaimana cara mengetahui ( Pemahaman ). Jadi disini
berhubunganerat dengan Pengajaran dan metode mengajar.Guru yang mengajar
memakai metode yang sesuai sensasi dan abstarksi akan dapat mengembangkan aktifitas kelas lebih hidup jadi menggunakan sensor rangsangan.
3. Aksiologi : adalah
yang berhubungan dengan nilai. Aksiologi dibedakan menjadi dua, yaitu Etika dan estetika. Etika menguji nilai-nilai
moral dan norma-norma susila. Sedang
Estetika mengacu pada nilai dari keindahan dan seni. Kaum idealis dan realis
menamakan teori nilai, dengan menegaskan itu bagus, benar dan indah secara umum
yang tetap diakui dimanapun dan kapanpun. Kaum pragmatisme mengambil nilai itu
sebagai budaya atau sikap tingkah laku
relative dan berbeda secara kelompok maupun individu. Hal ini tergantung
dari situasi, waktu dan tempat.
4. Logis : Berhubungan
dengan cara berfikir benar atau salah. Ada dua kerangka berfikir yaitu : deduktif
dan induktif. Kerangka berfikir deduktif bertolak dari pernyataan yang bersifat umum
ke pernyataan bersifat khusus dengan memakai kaidah logika tertentu. Mengambil
suatu kenyataan atau fakta yang ada dilingkungannya - juga dari pengalamannya -
kemudian menarik seatu kesimpulan. Proses
pemikiranya melalui tahapan silogisme :
a.
Premis
Mayor ( dasar pemikiran utama )
b. Premis
minor ( dasar pemikiran kedua )
c. Simpulan
Kerangka berfikir indiktif pernyataan
yang bersifat khusus ( teori ) ke pernyataan umum ( generalisasi ) . Cara
berfikir induktif biasanya hanya cocok untuk
populasi yang kecil. Pada populasi yang luas generalisasi
kurang bisa dipertanggungjawabkan keakuratanya. Oleh karena itu dikenal
indiksi sempurna dan induksi tak sempurna. ( H. Arief Furchan, MA.,Ph.D : 2007
)
Faham – faham dalam filsafat :
1. Faham Idealisme
Ketika manusia pertama lahir, yang dilihatnya adalah
lingkungan sekitarnya. Ketika sudah mulai dapat berfikir , maka pertanyaan
pertama adalah tentang apa ?. - Itulah yang diajarkan Tuhan terhadap Adam
sebagai manusia dan Rasul pertama-. Ketika terjadi perubahan terhadap alam yang
di diami , manuasia akan bertanya mengapa ?, bagaimana ? hingga pertanyaan yang
bersifat transenden : siapa yang menyebabkan… ?, siapa yang mencipta …?. Alam
jagad raya ini ( makrokosmos ) adalah wahana belajar yang sengaja di ciptakan Tuhan
untuk manusia.
Pada dasarnya manusia ketika lahir telah dibekali
kemampuan untuk berfikir secara intrinsic (Nativisme – Schopenhaeur) . Hal ini dapat di eksplorasi dan eksploitasi. Kaum Idealis (baca Platonis)
dengan kemampuan instrinsiknya mengelaborasi realitas-realis yang ada pada
lingkungan kedalam pengalaman pribadi sehingga menjadi konsep atau teori yang nyata.
Dalam dunia pendidikan guru yang idealis dapat
menggali dan memaparkan kemampuan
intrinsic siswa (dari bawah sadar) kepada realitas sadar . Guru yang idealis
lebih menyukai aturan dan pola kurikulum mata pelajaran yang saling menghubungkan
ide dan konsep.
Kurikulum di Indonesia terkesan sangat idealistis. Hal
ini terlihat dari pengelompokan mata pelajaran menjadi Normatif, Adaptif dan
Produktif (khususnya untuk SMK). Nurmatif yang bersifat humanistis di pasang
paling atas terdiri dari : Pendidikan
Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Sejarah, Seni Budaya. Adaptif terdiri dari :
Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Kewirausahaan, IPA dan IPS. Sedang
Produktif adalah mata pelajaran yang berkenaan dengan kejuruan.
Secara substansinya, kurikulum mengandung etika, estetika untuk
mengembangkan otak kanan (Ippo Santoso : 2007) , knowlage dan skill untuk
mengembangkan otak kiri. Karenanya memandang nilai-nilai estika dan estetika bersifat absolute dan
universal. Disinilan mengapa pemerintah mempertahankana
muatan mata pelajaran Normatif walau banyak kritikan dan tuntutan, dari subtansi
hingga jumlah pemelajaran per minggu di sekolah.
2. Faham realisme.
Seperti halnya Idealisme, menekankan pada pengetahuan dan nilai, tetapi
pada realisme membedakan antara metafisik dengan epistimologi. Esensi dari
ajaran (doktrin) realisme adalah :
a. there is a world of real existence that
human beings have not made or constructed. (adalah satu dunia dari keberadaan sesungguhnya
yang manusia tidak dapat membuat atau membangun nya).
b. This real existence can be known by the
human mind (keberadaan - eksistensi - yang senyatanya itu dapat diketahui dari jiwa
manusia) dan
c.
Such knowledge is
the only reliable guide to human conduct, both individual or social. (Pengetahuan
hanya merupakan petunjuk yang dapat dipercaya sebagai tingkah laku manusia secara individual maupun social)
( P.H.Hirst dan R.S.Peters : 1975)
Faham
Realis memandang obyek dan persepsi akan obyek adalah suatu kebenaran yang penting. Manusia terlahir petama adalah mengenal
terhadap obyek kebendaan disekitar, melalui rasa dan perasaan (rasa lan karsa).
Pemahaman dipandang sebagai proses yang meliputi sensasi dan abstarksi. Pertama
seorang pemerhati akan melihat obyek, merekam dalam sensor data, kemudian
mensortir dan menampilkan kembali . Lebih
mudah digambarkan seperti computer _ data masuk , diubah kedalam biner,
diproses , decoder dan ditampilkan kembali (displayed)_.
Seperti halnya Idealis,
kaum realis percaya bahwa kurikulum harus diorganisasikan , terlepas dari
subyek, secara efektif dan efisien sebagai jalan mencari
kebenaran. Pengorganisasian ini menyakut : Administerasi sekolah (tenaga
kependidikan), Guru (pendidik) , siswa dan metode mengajar yang baik.
Guru dipandang sebagai
subyek yang harus mempunyai kompetensi dibidangnya , mampu memilih metode yang
tepat didalam mengajar dan mempunyai pengetahuan yang lain (multi disiplin) sehingga dapat mentranfer
pengetahuan (knowlage) kepada siswa. -diharapkan guru tidak
mengasah otak kiri saja, tetapi juga harus merangsang otak kanan - (Ippo Santoso : 2007)
3. Faham Parenialisme :
Parenialis
memandang bahwa manusia pada dasarnya adalah rasional (mempunyai kemapuan
berfikir secara intrinsic) , sehingga memandang pendidikan sebagai pencarian
dan penyebaran kebenaran. Kebenaran yang ada adalah kebenaran umum (otoritas).
Pandangan ini hanya menekankan pada rasionalitas, sehingga dalam praktek hanya mengembangkan
Intelektualitas (otak kiri).
Robbert
Hutchins , seorang parenialis berargumen “ education
ought to cultivate the intellect as well as the harmonious development of all
human faculties “ hal ini didasarkan
pada dua alas an pokok; 1). Manusia
pada dasarnya rasional, dan pengetahuan
menempati tempat yang tidak berubah, absolute dan universal. 2). Sejak rasionalitas manusia pada
awalnya adalah universal, maka pendidikan ditekankan pada universalitas.
Kaum
Parenial memandang pendidikan sebagai : 1). Kebenaran adalah universal dan tidak
tergantung pada keadaan tempat, waktu dan rang. 2).Pendidikan yang baik meliputi suatu pencarian dan pemahaman akan
kebenaran. 3). Kebenaran akan dapat
ditemukan dalam peradaban dunia. 4).
Pendidikan adalah suatu latihan liberal yang mengembangkan intelektual.
J.Adler
,seoran pendukung Perenialisme berpendapat
kurikulum umum untuk semua siswa. Penekanannya adalah menanamkan suatu
kesadaran dan pemahaman sebagai pengembangan intelektualitas siswa. Jadi kaun
parenialis memandang ruang kelas sebagai pusat pertumbuhsan intelektual dan
perkembangan siswa. . Seorang Guru akan mengajarkan pengetahuan yang mendasar
sepeti : membaca, menulis dan berhitung.
4. Faham Esensialisme
Esensialisme
secara mendasar menekankan kepada otoritas guru dan nilai yang terkandung dalam
kurikulum . Pada faham ini Pendidikan
ditekankan pada pemelajaran ketrampilan dasar, seni budaya dan ilmu pengetahuan. Arthur Bestor Memandang
bahwa pendidikan yang selama ini hanya menekankan pada profesionalitas yang hanya
mengembangkan intelektual (baca : otak kiri) adalah lemah. Oleh karena itu
Pemelajaran seni budaya dan ilmu
pengetahuan adalah perlu untuk sekolah umum, sehingga anak laki-laki maupun
perempuan akan bisa memanfaatkan kemampuan intelegensinya secara utuh
Artur
Bastor dalam bukunya “The Restoration of
learning” mengemukakan bahwa pendidikan yang baik seharusnya “ berlatih dalam kerangka berfikir yang mendasar
ditunjukkan dari sejarah, ilmu pengetahuai, matematika, literature, bahasa seni
dan disiplin ilmu yang lain disusun
kedalam keinginan umat manusia untuk dapat menciptakan pengetahuan yang berguna, kebudayaan yang
dapat dimengerti dan kekuatan intelektual”.
Kaum
esensialis mengambil disiplin intelektual sebagai upaya meningkatkan kerangka
dasar dari kehudupan modern. Didalam kurikulumnya SLTP, SLTA maupun Perguruan
Tinggi dibedakan tingkat pemahamanya. Hal
ini didasarkan pada rendahnya kualitas pendidikan di Amerika. Sehingga pada
tahu 1970-an kaum esensialis melakukan
gerakan ” back to basic ” , dimana
sekolah dearahkan berkonsentrasi pada ketrampilan – ketrampilan yang esensial
(pokok) dan kontribusi subyek kedalam
gerakan pembebasan Buta Huruf dan kedalam sosial dan efisiensi intelektual.
Dalam pandangan ini, guru harus membangun
kembali autoritasnya (kewenangan dan kewibawaan) . Guru harus dipersiapkan
dengan baik dan dapat dipercaya untuk menghindari kegagalan siswa dalam
belajar. Metode intruksiolanya harus berpusat pada tugas pokoknya : memberikan
tugas rumah, hafalan, testing dan evaluasi.
5.
Faham Neoesensialisme
Istilah
Neoesensialisme muncul tahu 1980-an di
Amerika sebagai kritik terhadap Bastor yang hanya mendasarkan pada kurikulum berbasis disiplin intelektual.
American Memory Sementara menkritisi para pendidik yang gagal
atau mengabaikan pencapaian misi sekolah dalam mentranfer warisan budaya
manusia. Khususnya ditemukan dalam pelajaran sejarah dan kesusasteraan. American
Memory menyerang para pendidik yang hanya
menekankan ” proses ” dari pada isi. Oleh Lunn V. Cheney pemilik American
Memory mengeluarkan statemen ” Kami ingin untuk anak kami diajari bukan melalui kebijaksanaan berdasar waktu , akan tetapi kebijaksanaan berdasar
usianya”
Esensialisme
dan Neoesensialisme percaya bahwa sekolah merupakan institusi yang dirancang
bangun untuk pengajaran ketrampilan dasar dan pokok bahasan-pokok bahasan. Guna
menjamin ketrampilan, kemasyarakatan, masyarakat yang melek huruf,
sekolah-sekolah membutuhkan standar-standar pemeliharaan yang memerlukan masteri ketrampilan dan pokok
– pokok bahasan.
Kesimpulanya,
seorang guru harus bisa memadukan penyampaian ketrampiklan dasar dan
pokok-pokok bahasan tanpa meningggalkan budaya yang ada. Ketrampilan dasar
seperti : membaca, menulis dan ilmu hitung, ditambah beberapa disiplin ilmu
yang lain seperti bahasa asing ( inggris ), matematika, sejarah, IPA/IPS dan
geografi yang tetap menekankan pada
aktivitas pemelajaran yang tidak berbeda. Guru yang esensialis dapat
medifinisikan konsep kurikulum dengan baik
. Guru merupakan sepesialis akan isi pokok persoalan dari mata pelajaran
yang diajarkan yang diorganisasikan kedalam unit-unit intruksional . Dalam kelas esensial , siswa mencurahkan segala kemampuanya untuk belajar
ketrampilan dasar dan pokok-pokok bahasan.
6.
Faham Pragmatisme.
Pragmatisme adalah fisafat yang dikembangkan di Amerika,
menekankan pada pengujian ide-ide melalui akting atas mereka, yang ditekankan
dengan menggunakan metode ilmiah dalam validasi idea. William
James (1842-1910) menerapkan
intepretasi pragmatisme kedalam psikologi, agama dan pendidikan dan George Herbert Mead (1863-1931) menekankan
pada pengembangan anak dalan belajar dan
mencari pengalaman sebagai manusia. John Deway ( 1859-1952) mengambil dari
teori Evolusi Darwin mengenai hubungan manusia sebagai organisme yang belajar tentang lingkungannya. Para pragmatis menekankan pada ”pengalaman”, bahwa manusia sangat tergantung dengan
habitatnya. Hal ini hampir sama dengan faham parenialisme.
Ketika idealisme dan realisme sangat hati-hati memisahkan
antara metafisi dengan epistimologi, faham pragmatisme atau eksperimentalisme
telah menafsirkan epistimologi sebagai proses dalam suatu realitas yang berubah
secara konstan.Dicontohkan disini interaksi manusia sebagai organisme yang
melakukan interaksi dengan lingkungannya -
hidup, tumbuh dan berkembang -
akan belajar dan berubah karena
lingkungannya. Jadi pengalaman mengelai lingkunganya yang menjadikan
manusia itu berubah.
Kurikulum yang dikembangkan oleh pengikut Deway adalah
problem solving, dipandang metode yang paling efektif dan efisien. Nilai yang
dikembangkan faham pragmatisme relatif
tergantung pada waktu, tempat dan sesuai dengan keadaannya. Cara berfikir
pragmagtis adalah induktif dan berbasis metode ilmiah.
Peran guru pragmatis adalah menunjukkan suatu kebenaran
kepada siswanya dengan menggunakan metode pemecahan masalah secara ilmiah. Guru
bertugas menjadi komunikator untuk menyadarkan dan memotivasi siswanya untuk
saling tukar pendapat ( shere ) . Jadi metode diskusi adalah andalannya.
7.
Faham Progresivisme.
Lahir di Amerika sekitar akhir abad 19 dan awal
abad 20 sebagai akibat pergolakan politik. Ketika Jane Addams bekerja pada
Dewan Perwakilan Rakyat bergerak ingin meningkatkan kondisi kehidupan di Chicago
dan daerah urban lainya, sebagai upaya mereformasi sistem kehidupai dan
pemerintahan di Amerika.
Faham Progresivisme menggambarkan Prinsip Pendidikan sebagai : ” Kami percaya program pendidikan
dapat mencapai kebutuhan perkembangan anak, Kami percaya bahwa masa kanak-kanak
untuk masa kanak-kanak dan bukan untuk persiapan menjadi dewasa. Sehingga
diharapkan program sekolah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : apa
yang dibutuhka anak pada masanya untuk menjaga
kesehatan tubuhnya, untuk integritas intelektualnya dan menjaga
ketulusan hati nya dan ketidak sadaran
nya akan keyakinannya ( spirit ) ?. Jawabnya adalah kita harus mengubah
kurikulum di sekolah dan pemahaman kita akan kebutuhan anak untuk tumbuh
berkembang.
Sekolah-sekolah progresivis memberi kebebasan kepada siswanya
untuk memilih kebutuhannya sendiri untuk tumbuh dan berkembang. Model kurikulum
yang dikembangkan adalaha : memanfaatkan aktivitas, pengalaman-pengalaman,
pemecahan masalah dan metode proyek. Pendidikan progresif difokuskan pada anak
sebagai pelajar dari pada subyek,
ditekankan pada aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman dari pada
pemahaman verbal dan ketrampilan ber susastra (dibidang kesusasteraan) ,
dianjurkan aktif didalan kelompok belajar dari pada aktif sebagai individu yang belajar.
Metode yang dikembangkan adalah metode menemukan (found) , dimana sekolah dipandang
sebagai tempat yang bebas untuk ber-eksperimen, bermain dan mengekspresikan
diri mereka sendiri. Model pembelajaran yang dikembangkan adalah : pemecahan
masalah ( problem solving ), peninjauan lapangan, berekspresi seni kreatif dan
proyek. Guru bertindak sebagai motivator, fasilitator, organisator dan pembimbing.
8.
Faham Sosial Rekonstruksionalisme
Faham ini berpendapat bahwa manusia adalah bagian dari
penyebab krisis budaya. Jika sekolah
merupakan gambaran nilai sosial, seperti anggapan filsafat tradisionil, maka
para rekonstruksionalis telah mengatur pendidikan akan hanya memindahkan penyakit-penyakit
sosial yang gejala-gejalanya menembus masalah dan penderitaan manusia yang
terdalam. Hanya pendidikan yang
mempunyai legitimasi (keabsahan) yang dapat menciptakan aturan dunia dimana
manusia dapat mengatur dirinya sendiri. Pendidikan harus bisa mengurangi
kesenjangan antara budaya dan kemajuan teknologi.
Guru menurut faham rekonstruksi sosial harus dapat
melakukan kajian kritis terhadap kebudayaan dimana mereka tinggal. Mereka harus
mencari penyebab kotroversi, konflik dan inkonsistensi
yang selanjutnya mengekplorasi dan menyelesaikanya. Akibat kemajuan
teknologi dibidang nuklir, mengakibatkan
kesenjanganantara kaya dan miskin,
negara maju dan berkembang kian lebar, maka menurut rekonstruksionalis perlu disusun
kurikulum internasional, sehingga menyadarkan manusia hidup dijaman global.
Program pendidikan faham ini menekankan pada : 1). Secara kritis mengkaji kekayaan
budaya, 2). Tidak takut menkaji
isu-isu kontroversi sosial, 3).
Berkomitmen membawa perubahan sosial masyarakat yang konstruktif, 4). Menanamkan sikap terencana dan 5). Melibatkan guruu dalam program
perubahan sosial, pendidikan, politik dan ekonomi sebagai sarana perubahan
kebudayaan secara menyeluruh.
Pendidikan diharapkan mampu membangun kembali
konsep-konsep yang rusak dari ilmu pengetahuan, pendidikan dan sekolah, selain
itu instruksi dan inisiatif harus direncanakan lebih hati-hati untuk
menciptakan pendidikan menuju perubahan sosial. Pendidiakan dirancang untuk
membangun kesadaran siswa tentang masalah sosial dan melibatkan dirinya untuk
menyelesaikan masalah. Siswa dibawa untuk mengkaji isu-isu kontroversial di
masyarakat. Jadi diharapkan sekolah menjadi agen perubahan sosial.
Faham Rekonstruksi sosial berkomitmen kuat pada persamaan
(equality) atau keadilan (equity) dalam masyarakat dan pendidikan. Bagi mereka
batas kelas sosioekonomi dan pembedaan
warna kulit harus diindentifikasi kembali, dikaji dan dihapuskan.Bagi guru,
sekolah harus dapat digunakan sebagai agen perubahan sosial dan meningkatkan
kualitas hidup manusia. Guru tidak hanya sebagai pendidik, sebagai komentator
netral, tetapi juga sebagai ujung tombak pengenalan dan perubahan sosial (baca
lingkungannya).
Faham Rekonstruksi sosial mendorong sistem pendidkan
nternasional sebagai mendia untuk mengurangi konflik dunia secara
sistemik.karena terkesan ingin menkaji kebijakan ide pemikiran rekonstruksional
terkesan utopik karena mengembangkan studi prediksi masa depan.
9.
Faham Eksistensialisme
Faham ini menekankan pada refleksi pribadi. Lahir pasca Perang Dunia II. Tokoh yang
terkenal adalah Jean Paul Sarte,
berpendapat ” Eksistensi mendahuluai Esensi ”. Jadi manusia terlahir tanpa
persiapan, tanpa maksud. Manusia yang menciptakan eksistensi dan esensi nya
sendiri ( atheis !). Manusia bebas memilih mau jadi
apa.
Implikasinya didalam pendidikan faham eksistensialisme
menyadari bahwa kita hidup didunia nyata dan telah mengembangkan pengetahuan
yang berguna dalam hidup nyata. Kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan
pribadi (individual) bukan ilmiah. Menurut pengikut faham ini Pendidikan adalah
proses pengembangan kesadaran tentang kebebasan untuk memilih dan tentang
tanggung jawab untuk memilih.
Guru mengajarkan kesadaran kehidupan dang kematian, cinta dan
benci. Walau diajarkan di dalam kelompok, tetapi pengambilan argumen,
pernyataan dan simpulan bersifat
pribadi. Mata pelajaran yang cocok diajarkan adalah yang bersifat
emosional, estetika dan puitis. Studi kepustakaan dan bibliografi adalah sumber
utama dalam pembelajaran. Karena pengambilan keputusan bersifat pribadi,
kegiatan belajar mengajar pada faham ini tidaklah mudah. Guru tidak dapat
mendominasi informasi, tidak ada transmit ilmu pengetahuan
disini .
Dalam mengajarkan kesadaran. Guru mendorong siswanya untuk
mengidentifikasi dan mengkaji kekuatan intuisi dirinya tanpa batas. Guru
menciptakan kalas terbuka, dimana siswa dapat mengembangkan potensi dirinya
sendiri, membentuk diri pribadinya, dan mengembangkan konsepnya sendiri aakan
identitasnya sebagai manusia.
10.
Analisis Filsafati
Pendekatan terbaru dalam pendidikan adalah analisa
filsafati atau analisa kebahasaan. Ada kekaburan dan ketidak jelasan pemakaian
term Ilmu pengetahuan, pendidikan dan sekolah secara filsafati hal ini karena
banyaknya filsafat maupun teori di dunia pendidikan.
G.E.More dan Bertrand Russel secara khusus mengidentifikasi struktur logis yang mendasari penggunaan bahasa. Hal ini timbul sebagai tanggapan dari kondisi Ilmu Pengetahuan pada abad ke.20 . Kehidupan manusia, pekerjaanya dan
kompetensi pengetahuan mereka telah mengalami modernisasi, berkembang secara
kompleks mengikuti perkembangan teknologi. Setiap bidang tertentu telah mengembangkan
bahasa maupun istilah sendiri-sendiri. Sehingga ada kesenjangan bagi orang yang
bekerja pada bidang kompetensinya dengan orang lain yang bukan mempunyai
kompetensi pada bidang itu. Analisa Kebahasaan atau
Filsafati dapat memberi sumbangan cara berkomunikasi yang lebih baik.
Analisa filsafati tidak menyediakan jawaban-jawaban atas
ilmu pengetahuan, pendidikan, sekolah dan pengajaran, Tetapi justru mencoba
mempersempit pertanyaan untuk fokus pada pembicaraan dan tulisan tentang isu
pendidikan. Faham ini memfokuskan perhatian pada pengetahuan, dalil-dalil yang
dapat diverifikasi secara empiris. Juga memberi batasan yang jelan antara Guru
dan murid.
Guru menurut analisis filsafati dapat memberikan
difinisi yang jelas untuk mengurangi kekaburan dan kebingungan akan arti. Analisis
filsafati atau analisa bahasa juga dapat digunakan untuk menganalisa informasi
yang disampaikan oleh midia masa tentang benar salahnya. Jadi ruang kelas
disini difungsikan sebagai arena berkomunikasi untuk menemukan arti, difinisi
dan filsafati sebagai jalan menemukan kebenaran.. (dirangkum dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar