Minggu, 05 Februari 2012

FILSAFAT PENDIDIKAN 2


FILSAFAT REKONSTRUKSI  SOSIAL DALAM PENDIDIKAN


A. Faham Rekonstruksional Sosial yang Pertama
                                                 Era Postmodern  dimulai   ketika gedung Pruitt Igoe di Sint Louis sebagai simbol puncak adi arsitektur dihancurkan pada tanggal 15 Juli 1972 ( Lamert  dalam George Ritzer 2003 : i). Era modern belum klar  menyelesaikan tugasnya untuk mengantarkan masyarakatnya ke totalitas kehidupan dalam dunia sain dan dunia teknologi, namun  telah disusul pertunjukan karnaval postmodern yang merangsang masyarakatnya menjadi entitas konsumeris. Didalam dunia filsafat era modern hampir disamakan dengan dunia konstruksialisme atau strukturalisme. Dimana narasi-narasi seorang failosuf dikonstruksikan dengan kokoh dan dipercaya merupakan narasi universal. Hingga Nelson dalam bukunya ”constructivist Counterfactual Argument” menuliskan : 
                                                       Jika Ilmuwan telah memilih untuk memberikan sebuah fakta ( facthood ) atau tidak melakukannya, maka sejarah berikutnya akan merefleksikan pilihan itu dalam pandangan dunia yang konsisten dengan pilihan yang mereka buat secara faktual balik. Oleh karena itu, ” fakta ” ditentukan oleh pilihan ilmuwan, bukan oleh realitas obyektif ( Nelson dalam Andre Kukla   2003:4 )

                                                 Apa yang dimaksudkan Nelson dengan ”fakta” adalah sesuatu yang dikonstruksi secara tulisan maupun narasi. Ferdinand de Saussure  mengatakan bahwa bahasa mempunyai sistem dan regulasi yang berfungsi sebagai fasilitator pelaksana kebahasaan yang dapat menunjukkan tanda-tanda yang berupa ”kata” dan ”konsep”. Bagi kalangan strukturalis tulisan adalah mempunyai sifat represif dan otoriter, sedangkan narasi (bicara) lebih bersifat natural, original, spontan, kreatif, bebas dan comfortabel. Namun menurut Derrida, ”kata” dan ”konsep” tidak menjamin komunikasi ideal. ”Kata”  selalu mengandung echoes ( gema ) dan memiliki kesaman dengan kata lain. Tulisan merupakan produk yang sesalu menjadi bagian dari eksistensi sosial yang tidak bisa dilihat dari sisi antropilogisnya saja, atau dianggap tidak mempunyai otoritas.(Ali Makhsum dan Luluk Yunan Ruhendi :2006: 126 )  
                                                      Jacques Derrida Failosuf dari Perancis dengan Gramatologinya telah meruntuhkan tatanan strukturalis, telah merobohkan bangunan konstruksionalis nya Ferdinand de Saussure . Derrida dianggap oleh Charles Lamert sebagai penggagas faham Rekonstruksionalime yang dicatat dari pidato Derrida tahun 1966.  Gramatologi Derrida terdiri dari ide-ide tentang  : tulisan ( writing ) , differance dan arche-writing. Dengan ide-ide itu Derrida menyampaikan pesan suatu pengertian bahwa selalu ada suatu alteritas yang tersembunyi di belakang tanda; selalu ada sesuatu yang tersembunyi dibalik apa yang hadir. Ia adalah realitas dan hubungannya dibalik realitas. .( George Ritser 2003:204).  Teori Derrida pada awalnya ditujukan untuk merekonstruksi kebahasaan, tetapi pada akhirnya banyak diterapkan di segala aspek, terutama me- rekonstruksi sosial.
                                                  
B. Faham Rekonstruksi Sosial Dalam Pendidikan
                                             Faham ini berpendapat bahwa manusia adalah bagian dari penyebab krisis budaya. . Jika sekolah merupakan refleksi nilai sosial yang dominan,, seperti anggapan filsafat tradisionil, maka para rekonstruksionalis telah mengatur pendidikan akan menyembuhkan  penyakit-penyakit sosial dengan  gejala-gejalanya , hingga menembus akar permasalahannya  dan bagian terdalam penderitaan manusia.  Hanya pendidikan yang mempunyai legitimasi ( keabsahan ) yang dapat menciptakan aturan dunia dimana manusia dapat mengatur dirinya sendiri. Pendidikan harus bisa mengurangi kesenjangan nilai antara budaya dan kemajuan teknologi.
                                             Guru menurut faham rekonstruksi sosial harus dapat melakukan kajian kritis terhadap kebudayaan dimana mereka tinggal. Mereka harus mencari penyebab kotroversi, konvlik dan inkonsistensi yang selanjutnya mengekplorasi dan menyelesaikanya. Akibat kemajuan teknologi  dibidang nuklir, mengakibatkan kesenjanganantara  kaya dan miskin, negara maju dan berkembang kian lebar, maka menurut rekonstruksionalis perlu disusun kurikulum internasional , sehingga menyadarkan manusia hidup dijaman global.
                                             Program pendidikan faham ini menekankan pada : 1). Secara kritis mengkaji kekayaan budaya, 2). Tidak takut menkaji isu-isu sosial yang kontroversial, 3). Berkomitmen membawa perubahan sosial masyarakat yang konstruktif, 4). Mengelola rancangan tingkah laku dan 5). Melibatkan guru dan murid dalam program perubahan sosial, pendidikan, politik dan ekonomi sebagai sarana perubahan kebudayaan secara menyeluruh. ( Allan C. Ornstein dan Daniel U. Levine 2003 : 226)
                                             Pendidikan diharapkan mampu membangun kembali konsep-konsep yang rusak dari ilmu pengetahuan, pendidikan dan sekolah, selain itu instruksi dan inisiatif harus direncanakan lebih hati-hati untuk menciptakan pendidikan menuju perubahan sosial. Pendidiakan dirancang untuk membangun kesadaran siswa tentang masalah sosial dan melibatkan dirinya untuk menyelesaikan masalah. Siswa dibawa untuk mengkaji isu-isu kontroversial di masyarakat. Jadi diharapkan sekolah menjadi agen perubahan sosial.
                                             Faham Rekonstruksi sosial berkomitmen kuat pada persamaan ( equality ) atau keadilan ( equity ) dalam masyarakat dan pendidikan. Bagi mereka batas kelas sosioekonomi dan  pembedaan warna kulit harus diindentifikasi kembali, dikaji dan dihapuskan.Bagi guru, sekolah harus dapat digunakan sebagai agen perubahan sosial dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Guru tidak hanya sebagai pendidik, sebagai komentator netral, tetapi juga sebagai ujung tombak pengenalan dan perubahan sosial ( baca lingkungannya ).
                                             Faham Rekonstruksi sosial mendorong sistem pendidkan internasional sebagai mendia untuk mengurangi konflik dunia secara sistemik.karena terkesan ingin mengkaji kebijakan ide pemikiran rekonstruksional terkesan utopik karena mengembangkan studi prediksi masa depan.( ibid.:227)

C. Rekonstruksi Sosial Pendidikan di Indonesia
                                             Pada masa Orde Baru, pendidikan yang diasumsikan saebagai aktifitas  yang baik, berbudi dan humanis, telah diselewengkan dengan pergumulan politik dan ideologi, pada gilirannya originalitas pendidikan dan  kebebasan mimbar sebagai mainstream dinamika masyarakat teredusir menjadi proyek penstabilan suatu ideologi. Hegemoni institusi telah dijadikan sebagai media dalam mempertahankan status qou. Kita ingat NKK, azas tunggal, Penataran P4 dan lain sebagainya adalah strategi maupun alat  diluar pendidikan  yang dimasukkan sebagai polutan yang mencemari virginitas pendidikan . Kurikulum,   sistem pengajaran, sistem intruksional dibuat terkonstruksi kokoh dan kaku.
                                             Krisis multidemensi pada akhir tahun 90-an diyakini karena gagalnya sistem pendidikan di Indonesia. Sumberdaya manusia yang di hasilkan dari dunia pendidikan di Indonesia tidak mampu menjawab kebutuhan pasar. Kualitas SDM suatu bangsa menunjukkan kualitas bangsa itu sendiri. Tahun 2003, Humman Development Index ( HDI ) Indonesia ada pada 0,682 , merosot dari 0,684. Diantara 175 Negara  yang mengikuti program pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( UNDP ). Indonesia berada pada peringkat 109. Krisis di dunia Pendidikan Indonesia dikarenakan belum meiliki platform yang fondamental yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan program pendidikan. (Ali Maksum dan Luluk Yunan Ruhendi 2004: 228 )
                                             Secara Filosofi, pendidikan di Indonesia mempunyai akar yang kuat. Namun formula dan nilai filosofi yang tepat masih harus terus digali dan dikembangkan. Narasi-narasi besar seperti : 1) bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, 2). Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi budaya ketimuran. 3). Amanat Pembukaan UUD 45 ” .....Mencerdaskan kehidupan bangsa....” dan visi Pendidikan ” menciptakan manusia Indonesia seutuhnya ” , harus di-rekonstruksi (?), untuk menciptakan platform yang fondamental.
                                             Indonesia sebagai Negara Multikultur telah menyadari akan keadaanya, sehingga untuk mendapatkan pendidikan tidak dibatasi jenis kelamin, agama, suku, ras, keadaan sosial ekonomi dan lokasi geografis. Pemerataan dan perluasan kesempatan menjadi acuan pokok. Tinjauan yuridis Pendidikan di Indonesia dapat dipaparkan : 1). Visi Pendidikan ada pada Tap MPR No. II/MPR/1998.  2). Tujuan Pendidikan Indonesia dalam UU. No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3). Fungsi Pendidikan Indonesia dalam UUSPN tahu 2003, bab. II pasal 3
                                             Upaya me-rekonstruksi pendidikan  di Indonesia, tampak  diterapkanya Kurikulum Berbasis  Kompetensi ( KBK ) tahun 2004 yang dimantapkan dengan keputusan Menteri Pendidkan  Nasional RI Nomor 24 tahun 2006, tentang pelaksanaan Permendiknas  nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi dan Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan (SKKNI) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum yang dikembangkan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) – namun belum berjalan optimal.
                                   Diharapkan kurikulum dapat disusun oleh sekolah, komite sekolah , masyarakat , DU/DI. Model Rekonstruksi Sosial dalam Pendidikan yang ditawarkan oleh Prof. DR. Setyo Yuwono Sudikan, M.A ( guru besar dari Universitas Negeri Surabaya ) adalah Pembrdayaan dan Partisipasi Masyarakat ( PPM ). Asumsi yang diajukan Prof. Setyo Yuwono adalah 1). Masyarakat ( dan bukan seklah/Pemerintah) yang paling mengerti tentang apa yang terbaik buat mereka. 2). Masyarakat berhak ikut serta dalam perumusan setiap kebijakan yang akan menyangkut kepentingan dan mempengaruhi kehidupan mereka ( dikutip dari : Ramlan Surbakti ). Prinsip PPM adalah 1). Partisipasi harus didasari kesadaran adanya kesamaan kepentingan sehingga tumbuh saling percaya, keterbukaan dan kesetaraan. 2). Masyarakat tidak akan mau berpartisipasi di dalam program sekolah, kecuali mereka dapat memperoleh apa yang mereka inginkan.
                                          Strategi yang ditawarkan  adalah 1). Pembangunan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pendidikan. 2). Tranformasi struktur sosial secara bertahap, sehingga terbetuk kesadaran sosial akan pentingnya pendidikan. 3). Pengembangan Kelembagaan ( insititusional development ) yang sudah ada seperti Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, Majelis Sekolah, Ikatan Alumni, dewan penyantun dan Paguyuban Yayasan .

D. Kesimpulan.
1.      Filsafat Rekonstrusi Sosial adalah filsafat yang mendobrak dan meruntuhkan bangunan kontruksi  tulisan dan atau narasi yang telah  bertahta sebagai filsafat konstruktif. Bagi kaum rekonstruksional  tulisan mempunyai sifat ambigu yang ada sesuatu yang tersembunyi disetiap kehadiranya.
2.      Filsafat rekonstrusi sosial lahir karena adanya krisis budaya akibat antitesis modernisasi yang mengekploatasi vitalitas manusia menemukan  dunia sain dan teknologi.
3.      Manusia seharusnya dapat menentukan nasibnya sendiri, oleh karena itu pendidikan diarahkan dapat menyembuhkan penyakit masyarakat hingga batas yang terdalam, karena Allah tidak merubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah sikap perilakunya sendiri.
4.      Sekolah seharusnya dapat memberdayakan masyarakat (humankind) dan Stake holder untuk ikut mengembangkan kurikulum dan merancang bangun pendidikan di tingkat sekolah.
5.      Institusi formal harus membuat masyarakat dan DU/DI melek pendidikan/sekolah


DAFTAR PUSTAKA


                                      
Kukla, Andre, 2003, Konstruktivisme Social dan Filsafat Ilmu, terj. Hari Kusharyanto, Penerbit Jendela ,Yogyakarta

Maksum, Ali dan Luluk Yunan Ruhendi,  2004, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Postmodern : Mencari “ Visi Baru “ atas “ Realitas Baru “ Pendidikan Kita,  SircisoD

Muslich, Masnur, 2007, KTSP : Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual , Bumi Aksara, Jakarta. Cet. Ketiga

Ornstein, Allan.c and Daniel U. Levine,2004, foundations of Education, fourth edition, Houghton Mifflin Company, Boston

Ritzer, George, 2003, Teori Sosial Postmodern, terj. Muhammad Taufik, Kreasi Wacana Yogyakarta

Sudikan, Setyo Yuwono, Prof. DR. MA, Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Blora dalam Pembangunan Pendidikan, makalah presentasi dalam rangka Hari Pendidikan Nasional tahun 2008 , Dinas Diknas kab. Blora

Tidak ada komentar:

Posting Komentar